:20 Agustus 2013
/1/
seperti hujan yang berjatuhan
dan awan tak bisa menahannya lebih lama
seperti waktu yang tak mau menunggu
ketika menggugurkan dedaunan usiaku.
/2/
DaMar,
padam segala gelisah itu
setelah nyala matamu
menerbitkan matahari tepat pukul dua belas lewat empat malam tadi
dan aku seperti tertidur di tepian pantai
di bawah nyiur melambai
yang sangat jauh dari keriuhan
dan dari keterasingan.
/3/
puisi merayakan pergantian angka muda
yang selalu menua.
/4/
dan ada rindu yang sama
yang tak pernah berganti usia;
senantiasa muda
selalu mudah jatuh cinta.
/5/
sebenarnya langit tak berwarna
ia tetap terbentang meluas
ketika menerima biru sebagai warna kesedihan
dari matamu.
/6/
umur adalah sumur;
ia seperti terkuras habis
tetapi sebenarnya ia tak akan kekeringan selama-lamanya,
selama masih ada mata air jernih di dasarnya.
semoga saja ada musafir tua
ataupun seekor serigala
yang pulih dahaganya dari mata airku.
/7/
kenapa ulang tahun mesti dirayakan
dengan
menghitung maju
angka satu persatu?
dalam puisi ini
ada sebuah pesta
di mana siapa saja bebas berhitung mundur
dan boleh merayakan ulang tahun yang ke berapa saja.
/8/
Ibunda,
pelukmu selalu dekat dan hangat
kau telah menyalakan lelampu kerinduan
sepanjang jalan yang kutempuh dalam keterjauhan dan keterasingan
dua puluh tiga tahun lamanya.
/9/
kutitip rindu pepohonan pada hijau pegunungan,
mungkinkah ia menjatuhkan daun hijau mudanya
di telapak tanganku?
/10/
adalah kenangan
yang sering tersesat dalam ingatan
sia-sia kau lupakan.
/11/
dalam keheningan kita masing-masing
udara terus bicara
dan kita pura-pura tak mendengarnya
kita hanya menghirupnya
sebagai suguhan untuk berjeda
dari keramaian yang menyesakkan.
/12/
cinta tak pernah mengeluh
meskipun ia sering jatuh
dari mata ke hati,
barangkali itu bukan cinta;
mata yang tergoda dan salah bicara.
/13/
merayakan pergantian
tanpa ada perubahan;
sia-sia.
/14/
”di luar gerimis masih menari lincah”,
katamu
DaMar, barangkali ia sedang merayakan ulang tahunku
bersamamu.
/15/
aku menanggalkan detik demi detik
yang menahun
seperti gerimis yang menjadi rintik-rintik hujan.
/16/
meskipun dedaunan usia tanggal satu persatu
kuncup bunga itu tetap berganti gaun warna-warni
menghias musim semi
di sebuah kota yang sementara kutinggalkan
demi
(sebuah) kerinduan.
/17
di sudut ruang
cahaya remang
tanpa berbayang
sendiri, barangkali seperti aku yang mengenang
cahaya rembulan yang lebih terang.
/18/
lewat tengah malam usia menginjak
angka dua puluh tiga dan kutulis sebuah sajak
meskipun di luar anjing menyalak,
kau baca ia perlahan-lahan
lalu dadamu berdebar tak karuan
bukan sebab ketakutan
tapi karena rindu kita telah bersahutan.
/19/
sepotong rasa tak pernah berhenti berdebar
di kerinduan yang tak sebentar.
/20/
yang lebih dari sajak ini
adalah yang lebih pasti
seperti;
arti pertukaran angka yang silih berganti.
/21/
pernah aku kehilangan sebuah pagi
yang tak bernama
lalu aku menjadi seorang pemberani
yang membungkus matahari
sebagai permen berwarna cerah
untuk si gadis berbibir merah.
/22/
demi merampungkan bait-bait sajak ini
aku menyapa sepi
yang lain semacam hening yang tak bergeming
di reranting
pohon kata
yang pucuknya hijau senantiasa
sebab angin hanya berkisar dan tak benar-benar singgah untuk bersuara sebentar.
/23/
di bait terakhir
perayaan ini tak berakhir
sebab selalu ada pergantian
yang menggilir perubahan.
(STAR 770. Banda Aceh, 29082013, 22.26)