apa kabarmu Pagi?
masihkah mereka mengucapkan selamat
atas nama kamu?
sepertinya wajahmu berseri-seri
apa karena mentari
masih setia berbagi kehangatannya denganmu?
kamu tahu,
aku mengagumi keceriaanmu yang membangunkan itu.
***
apa kabarmu Hujan?
kelihatannya kamu masih saja basah kuyup
apa kamu tidak kedinginan?
atau jangan-jangan kamu
sengaja menyembunyikan air matamu
dengan membasahi sekujur tubuhmu?
oh maafkan
aku lupa
kamu memang dilahirkan
untuk selalu berair mata keajaiban.
***
apa kabarmu Embun?
masihkah kamu bergelayutan
pada tepi daun yang setia menampung segala curahan itu?
ayo ceritakan padaku
kata seperti apa yang dibisikkan daun ketika
melepasmu jatuh?
apakah ia benar-benar merelakan kepergianmu?
ah, aku percaya
kalau kalian akan tetap saling merindukan
meskipun tak sempat berkata apa-apa.
***
apa kabarmu SeuLanga?
masih merindukan pagi yang membangunkanmu?
masih merindukan hujan yang menghapus air matamu?
masih merindukan embun yang menyejukkan segala rasamu?
ah, maafkan
seharusnya aku tak mengajukan pertanyaan terlebih dahulu,
sebenarnya aku hanya ingin menuliskan;
”aku masih merindukanmu, sahabat sejatiku”
(STAR 605, Hasköy, 09092012, 21.03)