Ini Aku Seperti Apa

:SeuLanga

ini pagi
seperti merahasiakan tetes makna
yang belum sempat terucap dari bibir kata.

ini rindu
seperti bergetar pada ujung penantian
sebelum kembali tenang dalam sebuah pelukan.

ini sepi
seperti tak ingin diabaikan musim
supaya keheningannya bisa luruh, beku, dan bersemi kembali.

ini senja
seperti menyalakan cahaya jingga di mata
yang tak sempat menyimpan warna langit biru.

ini aku
seperti sinar bintang yang cemas dari kejauhan
sebab rembulan terlalu cahaya ketika tersenyum padamu.

ini sajak
seperti kamu yang bertanya-tanya
aku seperti apa.

(STAR 643. A.Ş.T.I, 28102012, 19.51)

Setangkai Puisi

Lelaki itu* duduk di sebuah bangku taman kota. Pepohonan rindang mengelilinginya. Tetapi di depannya hanya terbentang pemandangan senja yang utuh. Tak ada yang menghalangi. Ia menatap langit yang hampir jingga sempurna itu sambil tersenyum.

Perlahan jari telunjuk kanannya bergerak seperti kuas seorang pelukis. Menari-nari di udara dengan gemulainya. Seolah-olah langit sore itu adalah sebuah kanvas yang tak berbatas.

Tetapi ia tak melukis. Ia sedang menuliskan huruf per huruf. Lebih tepatnya, ia merangkai kata demi kata dengan jemari serta imajinya. Ia seperti mencoret-coret keindahan senja dengan semburat penuh makna miliknya sendiri. Hanya dia yang bisa melihat dan membacanya.

Lelaki yang duduk di depan langit senja itu berharap kekasih hatinya yang jauh di mata bisa memetik setangkai puisi pada langit senja hari ini….

*sebenarnya lelaki itu adalah aku yang merindukanmu.

(CerMin 17. Yasir Evi, 24102012, 01.25)

Sajak Rahasia Perjalanan

/1/
kita berpegangan tangan
saling menggenggam kenangan
sebab kita takut berjatuhan
seperti hujan
yang tak pernah kembali ke pelukan awan.

/2/
angin masih berbisik tentang rahasia perjalanannya
dari suatu celah ke celah lainnya
sementara kita hanya mendengar desaunya
yang entah menyembunyikan pesan rahasia-Nya.

(STAR 642. Yasir Evi, 22102012, 20.32)

Isyarat Paling Rindu

:my future princess

”jangan pejamkan matamu: aku ingin tinggal di hutan yang gerimis”,
kata Sapardi,

lalu aku yang tak berkejap menatapmu
berkata seperti ini;
”aku sudah basah kuyup duluan di rimba sunyi
sebelum menemukan kemahmu, Gadis”

dan kau hanya memejamkan matamu
merayuku tuk segera masuk ke dalam kemah itu

”kan kukeringkan kesunyian yang menempel pada
sekujur tubuhmu,
kan kuhangatkan segala rasamu
tuk bekal perjalanan kita selanjutnya”,
katamu dengan isyarat paling rindu.

(STAR 641. Yasir Evi, 22102012, 17.38)

Akar Rindu

kau tak terlepas dari rinduku
sebab kau telah menjadi akar kayu
yang menancap pada tubuhku
dengan segala rayu.

akulah tanah gembur yang menyuburkan pohonmu.

kaulah akar yang mengoyak tubuh rapuhku.

kita sudah lama menyatu
jauh sebelum pohon itu bertubuh kayu.

(STAR 640. Yasir Evi, 22102012, 14.38)

Sambutan (1)

:MaBa Ankara 2012

bersama hujan malam ini yang bertepuk ramai
kami menyambut kedatanganmu
dengan segala kemeriahan hati
pada kata demi kata.

meskipun Ankara mulai menggigil kedinginan
kami berusaha menghangatkan keakraban
yang saling padu
yang paling satu.

……

(STAR 639. Yasir Evi, 22102012, 00.43)

Penantian Hati

hatiku seperti karang angkuh
yang menunggu ditaklukkan
yang juga menyepi sendiri
sebelum ombak rindumu berdebur di tepian hati.

(STAR 638. Wisma KBRI, 21102012, 19.49)

Muatan Rindu

:Ibu

tadi malam Bu,
bus empat satu tujuh dari kampusku
dipenuhi muatan rindu
yang terlipat rapi dalam beragam koper besar itu
yang berdesakan dalam tas kecil punya si gadis di sebelahku
yang terselip pada saku celana serta baju
yang juga terjepit di dalam sepatu-sepatu.

Ibu,
bus empat satu tujuh yang melaju
menjauh dari kampusku
seperti bersenandung merdu
sebab sedang mengantarkan
mereka ke tempat pemberhentian
yang memberangkatkan segala jenis rindu
ke masing-masing pelukan.

tadi malam Bu,
bus empat satu tujuh dari kampusku
dipenuhi muatan rindu
yang berdesakan dan menyesakkan aku
sebab sesampainya di tempat pemberhentian
tak ada yang menjemput rinduku
hanya angin asing yang memeluk tubuhku.

Ibu,
bus empat satu tujuh yang melaju
menjauh dari kampusku
seperti merintih pilu
sebab ia menahan berat muatan rindu
yang tiba-tiba bertambah banyak di dalam hatiku.

(STAR 637. Yasir Evi, 20102012, 03.43)

Yang Menjauh dan Yang Berlabuh

aku tergugah

pada ratap gelisah

yang samar-samar melengking jauh

mencari tempat berlabuh

yang barangkali sangat jauh

sebab tempat terdekat itu, dermaga di hatimu, telah penuh;

 

muatan rinduku juga terapung kembalidi atas amukan ombak yang cemburu pada laju perjalanan ini.

 

(STAR 636, METU, 19102012, 18.37)

Angin-Anginan

angin yang kedinginan
di luar sana tak bisa mendengarkan
perbincangan yang hangat di ruang ini.

angin yang kesepian
di ujung jalan itu hendak menempelkan
telinga halusnya pada daun jendela
ruangan ini, barangkali suara-suara kita
yang ramai ini bisa menghangatkannya.

kita pura-pura tak mendengar ketukan
halus angin yang barangkali ingin
mengabarkan perihal dingin di ujung jalan itu.

kita tak terdiam ketika angin menjadi ribut
berebut masuk lewat celah daun jendela itu.

(STAR 635, Yasir Evi, 18102012, 00.20)

Pernah Suatu Ketika Kamu dan Aku Berkata Seperti Ini

pernah suatu ketika
kita saling berjatuhan seperti salju pertama
pada pagi musim dingin di kota Ankara;

perlahan-lahan saling jatuh cinta
meskipun belum sempat berkata apa-apa
ketika angin mengajaknya berdansa.

***

pernah suatu ketika
aku menjadi ranting yang rapuh
setelah melepasmu sebagai daun yang jatuh.

***

pernah suatu ketika
kita bergantian menjelma riak-riak kecil
pada permukaan mata yang saling menatap
tak mengerjap;

menggulung ombak rindu
yang tiba-tiba berdebur tak menentu.

***

pernah suatu ketika
kamu menjadi senja yang paling jingga
sebelum aku sebagai laut yang cemburu menenggelamkanmu.

***

pernah suatu ketika
kamu dan aku hanya berkata-kata
tentang segalanya kita………..

(STAR 634, Yasir Evi, 16102012, 14.50)

Maaf

:SeuLanga

/1/
aku telah terhujam
ketajaman kata maafmu
yang seketika menebas pucuk-pucuk rindu
yang selalu menguncupkan nama kamu.

/2/
meskipun daun-daun telah luruh
terpisah dari segala tubuh
musim demi musim, aku tak mungkin
menggugurkan lembar persahabatan
yang selalu setia menampung segala curahan rindu itu.

/3/
jika ada sajakku yang tiba-tiba menggumpal pekat
menjadi awan hitam di langit hatimu, biarkan ia
mencurahkan rintik-rintik maknanya
meskipun ia mengguyur segala tanyamu yang ragu-ragu itu
sebab tak segala yang basah adalah gelisah
sebab selalu ada matahari cerah
yang memberimu pelangi setelah hujan reda.

/4/
tersenyumlah SeuLanga
sebab langit malam kota ini telah kehilangan bulan sabitnya.

/5/
maaf.

(STAR 633, Yasir Evi, 14102012, 22.34)

Secangkir Çay yang Mengepulkan Aroma Rindu

secangkir teh itu mempersilakan kita
meneguk sisa-sisa kepuasan api
yang menjilat air didih
dan mengepulkan uap rindunya
pada pucuk-pucuk hijau di pegunungan Rize,

kita menyeruput aroma sama
yang tiba-tiba terhirup bersama kerinduan pada teh seduan ibunda
di rumah nun jauh sana.

(STAR 632, Yasir Evi, 11102012, 23.58)

Menjamu Kedatangan Suaramu dengan Lirih Paling Rindu

sore ini
gerimis mengecup pipi daun itu
yang kehilangan saudara setangkainya
sebab angin
dan dingin
telah menjatuhkannya ke tanah basah
yang semalaman menjelma kemah rindu
punya mereka.

(STAR 631, Bus 423, 11102012, 17.58)

Mengagumimu

:SeuLanga

mengagumimu seperti menjadi kuntum mawar merah yang baru saja merekah, menunggu kedatangan kekupu pertamanya.

mengagumimu seperti menjadi pagi yang tak pernah jengah menyaksikan kisah melankoli daun yang melepas embun jatuh perlahan-lahan berulang kali.

mengagumimu seperti menjadi angin yang tiba-tiba merindukan tempat pertama ia berhembus, sebelum segalanya bergerak penuh kecemasan dari celah jendela ke puncak bukit itu.

mengagumi seperti menjadi aku yang senantiasa berpuisi tentang rangkaian kata yang enggan berpisah dengan maknanya.

(STAR 630, Yasir Evi, 10102012, 00.55)

Serangan Kantuk

kantuk menyerang batas kesadaran
yang bertahan
di pucuk kelelahan,

kata-kata yang diucapkan
menari-nari seperti berdesakan
memenuhi ruangan
yang menampung suara-suara kebosanan,

semua duduk terdiam berjaga-jaga
sementara kantuk itu sudah
berulang kali menjarah kesadaran yang
sering terpejam pada pelupuk mata.

(STAR 629, Pursaklar, 07102012, 12.49)

Kehangatan Sajak

Ran, pada pagi yang mulai beranjak pergi ke pucuk hari, kutitip kemilau rindu pada matahari. akankah ia berbagi kehangatan cahayanya yang memikat itu dengan sapaku. biar pagi beserta siang di kotamu tidak meredupkan nyala persahabatan kita.

Ran, berbait kata tak akan bisa mengisi rongga-rongga sajak yang menyimpan kerinduanku, jika makna kesetiaan hanya dipendam dalam tanpa diterapungkan pada permukaan nyata.

(STAR 628, Pursaklar, 07102012, 12.49)

Detak Detik

malam itu
detik tertegun mendengar detaknya
dan beberapa kerjap setelahnya
aku terbangun mendengar denting
jarum jam yang membanting ke kanan
tak henti-hentinya;
menyeret waktu yang mau kuberhentikan
ketika kamu tergesa-gesa melangkah jauh
keluar dari mimpiku.

(STAR 627, Yasir Evi, 06102012, 12.29)

Rintik-Rintik

:SeuLanga

sore ini
gerimis turun lagi
membasahi bertangkai-tangkai
kata yang belum juga terangkai
menjadi sebait puisi,

rintik-rintik gerimis masih memercik
pada pucuk imaji yang belum terpetik.

(STAR 626, METU, 05102012, 18.02)

Sajak Dedaunan yang Mulai Berguguran di Kota Ini

dedaunan tak saling menyalahkan
siapa saja bisa jatuh duluan.

daun yang gugur di atas jalan
di depanku itu tak pernah mempertanyakan
angin yang memaksanya jatuh tergesa-gesa tanpa sempat mengucapkan
sebuah perpisahan
pada reranting yang setia melepaskan.

(STAR 625, Bus 198, 05102012, 11.05)