Aside

Apakah Kau Mau Bersedih Hari Ini?

:Siska Amelia Putri

Beginilah takdir kata-kata yang lahir dari keinginan dan kerajinan tangan penyair: menjadi puisi yang kadang-kadang susah dipahami

tapi jangan salah, aku tak ingin menyihir mata pembaca,
kata-kata di puisi ini tidak magis,
yang punya kekuatan mistis itu adalah mata gadis sepertimu yang bisa
menyentuh segala suasana di masa lalu dalam sekilas waktu
dan mampu menyimpan perasaan untuk masa depan dalam sekejap lamanya.

Apakah kau mau bersedih hari ini?
tentu saja aku bersedia mengubah larik puisi ini
sebagai lirik-lirik lagu kesedihan
asalkan kau mau menangis sejadi-jadinya
tanpa berpura-pura jujur menghibur orang gila sepertiku
yang malah menyuruhmu menangis tiba-tiba

Maka, karena sudah terlanjur jujur,
menangislah meskipun kau lupa untuk apa,
tak apa-apa jika kau tak mengingat siapa saja yang tak mampu membuatmu tertawa,
menangislah dengan apa adanya
jangan biarkan kata-kata berdesakan dalam dada yang sesak,
sebab selalu ada rasa pahit yang berhimpitan dengan manis kenangan

Menangislah dengan mudah
karena untuk menggugurkan luka lewat air mata itu tak susah
akan terasa lebih sederhana ketika kau bisa menemukan kebahagiaan lain yang menyeka duka di wajah gundahmu
sehingga suatu ketika kau akan berkata dengan bangga: aku bahagia karena menemukanmu setelah lelah mata mengurai makna kesedihan, hanya tersisa sedikit air mata untuk terharu bersamamu

Menangislah sepuas-puasnya
ketika tak ada kata yang pas di ruas-ruas dada untuk menulis baris-baris kalimat duka di selembar surat tak beralamat,
tak apa-apa
barangkali tetesan air matamu akan menghapus kehampaan
di kertas putih kosong itu

Menangislah bukan karena terpaksa
tapi karena memilih untuk tak tertawa
ketika hidup menyuguhkan lelucon tak lucu
seperti kehilangan, perpisahan, dan kematian.

Apakah kau mau menangis hari ini?
menangislah bersamaku di hari hujan, kau menjadi langit
dan aku sebagai matahari
sehingga bisa tercipta pelangi.

(STAR 935. Gülistan Evi, 26042015, 16.30)

Aside

21

Putri, barangkali jarak terdekat kita
adalah antara dua kata asing
yang saling menyapa dengan heningnya masing-masing
yang sering dibaca mata secara bergantian demi menemukan makna terselubung
dalam sebaris judul puisi yang belum rampung

Di usiamu yang ke-duapuluh-satu
aku tak mampu mendekatkan dua kata itu
atau merekat huruf-hurufnya jadi satu,
ah, biar saja mereka dipisahkan sebuah spasi
agar ada tempat buat kata lain yang mungkin ingin diletakkan oleh Sang Penyair
sebagai terjemahan makna takdir

Di usia kesekian yang bertambah banyak
akankah kutemukan dirimu di dalam sajak yang bijak mengajak mata
untuk membacanya dengan perlahan-lahan;
tak perlu takut diburu waktu yang dulu membiakkan ragu di tubuhmu

Memang sengaja kutulis puisi ini di lini masamu
di detik-detik terakhir keberangkatan angka 21 dari kalender kotamu
meskipun kata-kata sudah berbaris sangat lama di kotaku
sejak kedatangan hari di tahun yang mengulang kelahiran dan memulangkan kenangan,
biar kata-kata mengantar kepergian yang sebentar dan juga menyampaikan kabar
bahwa perayaan hari ini belum juga selesai
sebab di kehidupan masih banyak peristiwa dan rahasia
yang perlu dirayakan dengan senyuman
sehingga tak sia-sia menjadi sisa kenangan

Demi tahun-tahun yang selamat mengulang kelahiran dan sempat memulangkan kenangan, kuucapkan
”Selamat ulang tahun” hanya untukmu.

(STAR 934. METU, 21042015, 19.30)

Aside

Selamat Tinggal

suatu waktu nanti
tak akan kutemukan kalian lagi
di sajak-sajakku karena
kalian sudah berkemah di depan api unggun puisi masing-masing
yang nyala katanya sungguh asing bagi lelaki yang masih sendiri;
mencari-cari kekasih yang akan mengapikan bara cinta di hatinya

(STAR 933. Erkam Evi, 02042015, 18.18)