Ran,
malam sudah terlampau larut dalam
mata yang tak mau dipejam.
ingatan itu seperti memekatkan
tumpahan rasa yang tertampung dalam secangkir kenangan
ketika kau tiba-tiba terapung kembali ke permukaan,
tanganku hanya menyeduh perlahan-lahan
padahal bibirku dan bibir cangkir itu hanya berjarak satu kerinduan.
”aku tak ingin kau tumpah, tetaplah menyatu denganku meskipun sebagai ampas kata yang tersisa setelah maknanya diteguk habis berulang kali”
*
Ran,
kerinduanku
telah lama bermekaran
menjadi buah ranum yang disembunyikan daun
dari rayuan tanah
yang tak henti-hentinya mengajaknya jatuh
agar kerinduan itu bisa berakar kuat pada tubuhnya
untuk menumbuhkan buah yang lebih ranum lagi.
*
Ran, seperti yang pernah kukatakan; ”mengagumimu seperti menjadi pagi yang tak
pernah jengah menyaksikan kisah melankoli daun
yang melepas embun jatuh perlahan-lahan
berulang kali…….”
aku masih mengagumimu seperti itu saja,
sebagai sahabat sejati
yang bersahaja dalam menjaga kelopak persahabatan agar selalu terbuka
dan merekah indah sepanjang masa.
*
Ran, surat darimu tiba sebagai daun yang berguguran di halaman pagi,
yang membuatku tergesa-gesa keluar
sebelum jemari halus angin
yang dingin memungutinya,
yang kata demi katanya begitu menyejukkan.
(STAR 669. Yasir Evi, 24122012, 16.52)