Secarik Surat yang Ingin Dirinya Dibalas dengan Secarik Surat tetapi Aku Membalasnya dengan Berbait-bait Sajak (1)

Ran,
malam sudah terlampau larut dalam
mata yang tak mau dipejam.

ingatan itu seperti memekatkan
tumpahan rasa yang tertampung dalam secangkir kenangan
ketika kau tiba-tiba terapung kembali ke permukaan,

tanganku hanya menyeduh perlahan-lahan
padahal bibirku dan bibir cangkir itu hanya berjarak satu kerinduan.

”aku tak ingin kau tumpah, tetaplah menyatu denganku meskipun sebagai ampas kata yang tersisa setelah maknanya diteguk habis berulang kali”

*

Ran,
kerinduanku
telah lama bermekaran
menjadi buah ranum yang disembunyikan daun
dari rayuan tanah
yang tak henti-hentinya mengajaknya jatuh
agar kerinduan itu bisa berakar kuat pada tubuhnya
untuk menumbuhkan buah yang lebih ranum lagi.

*

Ran, seperti yang pernah kukatakan; ”mengagumimu seperti menjadi pagi yang tak
pernah jengah menyaksikan kisah melankoli daun
yang melepas embun jatuh perlahan-lahan
berulang kali…….”

aku masih mengagumimu seperti itu saja,
sebagai sahabat sejati
yang bersahaja dalam menjaga kelopak persahabatan agar selalu terbuka
dan merekah indah sepanjang masa.

*

Ran, surat darimu tiba sebagai daun yang berguguran di halaman pagi,

yang membuatku tergesa-gesa keluar
sebelum jemari halus angin
yang dingin memungutinya,

yang kata demi katanya begitu menyejukkan.

(STAR 669. Yasir Evi, 24122012, 16.52)

DaMar 10

”ada album biru di almari ingatan
janganlah kau lupakan!”

tiap lembarnya menyimpan
dan bercerita tentang kenangan.

*

hujan hanya berjatuhan di luar ruangan; menggugurkan kecemasan dedaunan,
menghanyutkan remah-remah kata ke selokan,
merendam dendam rerumputan,
membasahi puing-puing keangkuhan yang runtuh di tepi jalan…..

*

tetapi rintik-rintik hujan itu tak bisa membanjiri ruangan
yang dipenuhi muatan kenangan.

tak ada yang tenggelam.

*

aku ingin menjadi perahu kertas
yang kau lepaskan dengan hati berdebar-debar
di genangan hujan yang telah menjelma samudra luas.

*

kau menatap perahu itu lekat-lekat biar ia tak karam
sebelum menurunkan muatan rindumu
pada sebuah dermaga yang entah jauhnya.

*

kelak kau akan mengunjungi dermaga itu
dengan kapal-kapal kenangan,

sementara perahu kertas itu
akan terus berlayar dalam sebuah ingatan.

(STAR 667. Yasir Evi, 19122012, 17.22)

Aside

Malam Berpesta di Kota Ankara

di sini malam selalu berpesta
ketika kami duduk bersila
melirik sepiring nasi putih yang seperti
mengepulkan asap dari dapur Ibu,
menatap mata ikan goreng yang meyakinkan mata bahwa tubuhnya benar-benar renyah,
dan semangkok sambal terasi yang menggugah selera berapi-api.

lalu bibir yang menahan lelehan liur itu
mempersilakannya masuk ke gua gairah mulut
yang mengunyah penuh hasrat tanpa pernah takut.

(STAR 665. METU, 11122012, 15.00)

Mencintaimu

:my future princess

mencintaimu seperti menjadi sepi yang belum terjarah dari keramaian;
begitu hening, benar-benar perawan.

(STAR 664. Söğüt, 08122012, 19.39)

Sajak untuk Ran

yang tak pernah selesai kubaca
adalah rangkaian isyarat rindumu
yang tiba-tiba menurunkan hujan dari langit senja;

seketika ingatanku meluapkan kenangan
yang seperti terkelupas dari semburat jingga.

yang tak pernah selesai kupertaruhkan
adalah sepotong luka lama
yang berulang kali disayat pisau kata;

matanya berkilat-kilat
sebab terlampau tajam dalam memaknai cerita duka
yang entah batas deritanya.

yang tak pernah selesai kusapa
adalah kerdip matamu
yang menggugurkan kerlip gemintang ke sebuah telaga
ketika membaca sajak ini;

begitu benderang tiap ujung bait katanya
yang memancarkan kerinduan pada sebuah nama.

(STAR 663. Bus 132, 06122012, 21.46)