27 Rajab

“langit tertinggi menyaksi,
Beliau turun kembali ke bumi
: Cinta sepenuh hati
ummatii, ummatii, ummatii”

***

Air mata bercucuran
dari pasir-pasir gurun gersang
mendo’akan Kekasih-Nya
semesta sedang berduka
“tahun kesedihan”

***

Zaman tidak lupa,
membaca:
“Maha suci Allah
yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada malam hari,
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa…..”
(Q.S. Al Isra : 1)

***

Duka lara dunia sirna
terlihat tanda-tanda Tuhan yang paling besar
pohon lotus yang batasnya paling jauh
puncak kebahagiaan:
“Sidratul Muntaha”

***

Lima waktu
Dua, empat, empat, tiga, empat
untuk mengingat
“kita adalah hamba-Nya
bukan hamba dunia”

(STAR 259. Eskişehir, 27062011, 23.59)

Benih

Kau tulis sajak
membajak ladang jiwa
“musim tanam tiba”

***

Embun kata mengaliri ladang
setetes dua tetes menjadi sungai
tergenang hamparan jiwa
“sepetak kenangan”

***

Benih-benih disemai
sebentar lagi
menguncup tunas-tunas kata
“bermekaran makna”

***

Sepetak kenangan menguning
keemasan dalam cinta
“musim panen tiba”

***

Benih-benih kata ditabur lagi
sepanjang hari
untuk ketulusanmu, bidadari bumi.

(STAR 258. Eskişehir, 27062011, 13.54)

Sandiwara Cinta

1/
Masih ada nama
tersembunyi di balik aksara-aksara
jarak. Menguak kisah asmara
“kau pemeran utama”

2/
Kata-kata dirapal
lidah. “Kekasih, cinta, sayang”
mantra memenuhi pentas pertunjukan
“dunia memang panggung sandiwara”

3/
ratu-ratu tersihir
pangeran menyulap kata
Cinta, cinta, cinta, …..
pentas berbunga-bunga

4/
Kau bertanya, “dimanakah kita?”
“kita juga di pentas, Adinda”
“tiada mantra, hanya diam?”
“lidah bungkam, hati kita bicara”
“kenapa?”
“kisah kita nyata dan kau adalah pemeran utama di pentas hati Kakanda”

(STAR 257. Eskişehir, 27062011, 10.35)

Menunggu dalam Maya

: Ran jr

Menunggu sapamu seperti menunggu senja di tepian laut
selalu ada ombak
mengalun dalam debar
bisikan rindu
berbuih-buih tiada henti

***

Sepoi berhembus dari laut itu
mengetuk jendela kamar hati
berulang kali
bisikan harap
“bentar lagi ia datang”

***

Jemari menari
menyibak layar sepi
namamu belum terapung
masih tenggelam dalam maya
“aku menanti sapa nyata”

***

sesekali rindu menyala
maya menjadi nyata
benderang senyummu
selalu

(STAR 256. Eskişehir, 26062011, 17.53)

Memetik Bulan

: Ran jr

Kala senja luntur, terbitlah kelam
Mereka akan menggoda purnama
Dengan segala rayuan gombal belaka
Mereka ingin memetik rembulan

Tapi aku tidak pernah peduli
Enggan ku menatapnya
Kau tahu kenapa?
Bukan tak kuasa

Hanya saja
Ada rembulan di wajahmu
Cahaya purnama penuh dalam raut bahagiamu
Ada juga bulan sabit di senyummu

Maka hanya ada satu pintaku
Tersenyumlah dalam rona bahagia
Walaupun aku tidak bisa memetiknya
Ia senantiasa benderang di langit malamku

(STAR 255. Eskişehir, 25062011, 20.53)

Debar

Sampai kapan debar ini kupendam
Telah lama mengalun seperti ombak
Yang mengantar riak ke tepian

Kueja namamu
Berulang kali
Hingga debar menjadi buih

Lalu menjadi ombak lagi
Mengusik hati
Berulang kali

(STAR 254. Eskişehir, 24062011, 10.23)

Hikayat Teungku Japakeh

Saleum ulôn tuan bri dari ujông samudra
Keu mandum syèdara di rata lungkiek sagoe
Na saboh hikayat nyang dibungkôh lam caritra
Keu haba peuingat rakan-rakan nanggroe

Na keuh Khoja Faqih Jalaluddin geupeumulia Rawue
Bak saboh masa di pucôk lueng Meureudu
Ngen rombongan Meuriam Lada Secupak geuhijrah u nanggroe
Asai dari Turki, ngen nan Teungku Japakeh meusyuhu di Meureudu

Awai kisah watee trôh Paduka Sultan Iskandar Muda
Teungku Japakeh ngen rakyat geutrön sigra
Tapi Paduka Raja bungèh leupah na
Pakôn baro inoehat trôh awak gata

Geuseuöt lee Teungku Japakeh ngôn mata hu su meutaga
Kamoe awai trôh lagee janji Tuanku Raja
Di keue Paduka Raja hana bèda
“Kacok boh gadông ngen boh birah, ureung han ek mutadarah bèk kapumeulia”

Sultan Iskandar Muda geulakee meu’ah
Ka geuteumee punca masalah
Ngen hatee mulia geuteurimông bantah
Bah nyak teupat janji nyang salah

Nyan keuh nyoe akhé nyata dari kisah
Beuhé leupah na Teungku Japakeh
Ngen Paduka Raja geutem seuöt bantah
Seumoga rakan-rakan mandum neupateh

Bak akhé kata na peulajaran
Ta côk hai aduen seubagoe pemikiran
Nyoe hikayat beujeut keu tauladan
Kiban ureung awai beuhé hana lawan

(Pineung 3. Eskişehir, 24062011, 07.01)

Kupu-Kupu Ibu

Ibu
Suatu hari akan tiba
Ketika kupu-kupumu terbang tinggi
Tidak mengepak sayap untuk kembali

Ibu
Pasti datang masa
Ketika sungai-sungai mengaliri duka
Menghanyutkan jejak kupu-kupumu ke muara luka

Ibu
Ketika suatu hari itu tiba
Bendungkan aliran sungai-sungai itu
Agar jejak kupu-kupu menyuburkan ladang jiwamu

(STAR 253. Ankara-Eskişehir, 23062011, 21.45)

Lampu Kota

Pendarkan saja lampu-lampu kota
Biar lereng tandus itu benderang
Agar dedaunan kembali merindukan rembulan

Mereka menertawakan rembulan pucat
Yang kalah benderang
Sejak lampu-lampu kota menyala

(STAR 252. Ankara-Eskişehir, 23062011, 21.08)

Memanen Senja

Senja menguning di kaki langit
Bebas dipanen oleh mata
Sebelum luntur di balik bukit

Hamba memetik keindahan senja
Dengan dua mata titipan-Mu
Sebelum cahaya dunia sirna

Asma-Mu Maha Indah
Terpantul dari telaga senja
Saat hati hamba memuji Maha Karya-Mu

(STAR 251. Ankara-Eskişehir, 23062011, 20.44)

Penulis Kisah

Kau masih menulis kisah
Selama kata-kata masih basah
Tercelup dalam muara makna

Aku melihat sungai
Yang mengalir dari celah jemari
Kata-kata berenang bebas laksana ikan gurami

Kau memelihara kata-kata
Yang bernafas dengan makna
Sebagai detak nadi sebuah kisah

(STAR 250. Yağmur Evi, 22062011, 12.14)

Hikayat Kemajuan

Kabarkan tentang duka, kawan
Tentang jiwa-jiwa luka
Yang kian busuk dalam peradaban
Bernama kemajuan

Luka suka duka
Duka suka luka
Mendarahdaging dalam cita

Ahh kemajuan
Maju terus dalam ratapan
Sejuta anak jalanan
Digantung oleh tali kemiskinan

Ahh kemajuan
Gilas terus kebodohan
Sementara anak-anak dijerat pendidikan
Kemerdekaan hanya ada dalam tulisan

Ahh kawan
Kabarkan
Tentang hikayat kemajuan
Yang meracuni peradaban

(STAR 248. Yağmur Evi, 22062011, 11.47)

Maka

: Nelly Jumiliensi Putri

1/
Aku akan memetik senyum ranum di wajahmu
Maka tersenyumlah, biar ia mekar

2/
Sejauh mata menerka wajah cantikmu
Menguncup bunga dalam penantian panjang
Maka tumbuhlah sebagai gadis sholehah

3/
Terbesit cemburu ketika angin membelai pipimu
Jemariku tak kuasa menyentuh lembut kulitmu
Maka tunggulah, abang akan pulang

(STAR 246. Yağmur Evi, 21062011, 00.05)

*I ❤ U my little princess….., take care !

Kekar dan Mekar

: pahlawan-pahlawan perkasa

Uluran tangan kekarmu semalam
Memendarkan cahaya dalam kelam
Menyala ketika kau memeluk batu bata
Gücer benderang, kehangatan bersama

Ototmu kekar, hatimu mekar
Menguncup tunas-tunas masa depan
Suka bekerja, suka belajar
Dalam tulusnya bumi persaudaraan

(STAR 245. Yağmur Evi, 19062011, 10.23)

Wajah Gundah

1/
Memandangmu seperti gelisah senja
Kala malam merebut tahta
Rembulan di wajahmu pun redup

2/
Kerlip bintang terpendar dalam resah
Menyeka butir-butir gundah
Sungai beranak di pipimu basah

(STAR 244. Yağmur Evi, 18062011, 23.58)

Wajah Purnama

Rindu mekar di dada
Kala menatap bulan purnama

Luruh cahaya penuh purnama
Kala kekasihku muncul di mata

Rindu padamu kian merekah
Assalamu’alaika ya Rasulallah

(STAR 243. Beypazarı-Ankara, 18062011, 10.55)

Jauh di Mata, Dekat di Hati

Pandangmu sedang membentur gumpalan awan yang sedang membelai puncak bukit tandus di nun kejauhan sana. Gumpalan putih raksasa itu bergerak serentak ke suatu arah yang tak berujung. Kau melempar sebuah tanya. Akankah ia diarak ke langit desamu?

“Datanglah ke langit desaku”, rayu pandangmu dengan lirih. “Di sana hijau pepohonan akan meneduhkanmu dan semilir angin sawah akan membelaimu lembut”.

Senyap. Tidak ada jawab yang terucap. Tiada pula tanda-tanda kelahiran jawaban yang kau nanti. Akhirnya kau memejamkan mata. Seketika pandangmu hilang. Gelap.

Tiba-tiba hatimu menyalakan sebuah cahaya. Terpendar dalam jiwa. Ia menerangi sebuah kerinduan yang telah lama bertahta di sana. Cahaya rindu itu berkata, “rayuanmu adalah kebohongan kata. Kedua matamu berdusta. Kau hanya ingin memanfaatkan gumpalan awan untuk membawa pandangmu ke langit desa di nun kejauhan sana. Karena matamu sangat sangat merindukan sebuah tatapan ke arah wajah-wajah yang membesarkanmu dalam kata keluarga.”

Kau masih terdiam. Di lidah, kata-kata bungkam. Mata terpejam. Hatimu melahirkan jawaban, “pandang membuat jarak semakin jauh, tetapi aku membuat jarak semakin dekat, terutama jarak yang terjalin di antara dua hati yang saling merindukan”.

(SeuLanga 36. Beypazarı, 17062011, 10.27)

Suatu Petang

Burung-burung mengitari petang
Kepakan sayap membentang
Menaungi sajadah panjang
Tempat hamba memandang

Senja akan datang
Kelam akan dituang
Ke dalam lukisan malam bersama kerlip gemintang
Dan kata-kataku akan pulang ke sarang

(STAR 242. Beypazarı, 16062011, 20.24)