Aku Ingin Singgah di Rumah Dalam Matamu

:my future princess

aku ingin singgah di matamu
sebagai seorang musafir yang tak betah bertamu
ke rumah-rumah mewah yang membisu
setelah ditinggal penghuninya setiap waktu.

aku ingin singgah di rumah dalam matamu
yang dindingnya adalah cahaya paling terang.

aku ingin singgah di rumah dalam matamu
yang pintunya berganti-ganti warna.

aku ingin singgah di rumah dalam matamu
yang jendelanya bisa membuka cakrawala.

aku ingin singgah di rumah dalam matamu
yang lantainya terbuat dari kaca dan berkilauan sepanjang masa.

aku ingin singgah di rumahmu
sebelum kau pejamkan matamu.

(STAR 852. Hisar Evi, 23022014, 18.58)

Kita Nyalakan Cahaya Kerinduan di Rumah Tuhan

merdu suaramu melengking jauh
melenyapkan senyap yang melelapkan tidurku.

langit belum mengenakan pakaian serba cahaya,
malam belum beringsut dari sudut temaram,
riwayat mimpi belum tamat seutuhnya,

tapi aku patuh meninggalkan tidur mewah
yang sebentar
demi menggelar sajadah kerinduan di rumah tuhan.

(STAR 851. Hisar Evi, 22022014, 21.45)

Merantau

aku ingin lebih lama melangkah
meskipun letih sudah
kakiku mengikuti satu arah ke sebuah rumah
yang pernah melahirkan kisah-kisah
kepergian sebelum kamar-kamarnya dihuni kesepian
dan
sebelum pintu dan jendela menanyakan kepulangan

(STAR 850. Hisar Evi, 22022014, 21.13)

Sungguh Susah Kau Membaca Rinduku

daun-daun luruh seperti kata-kata yang tersentuh matamu sebelum kau menjauh dan berteduh di sebuah kota yang hanya menumbuhkan hijau-kemilau tiang lampu.

kau bertahan di kota yang berdandan dengan warna-warna buatan.

kau hidup menghirup udara yang dicemari ilusi-ilusi berbahaya.

kau terpikat pada kalimat singkat di dalam surat tak beralamat.

(STAR 848. Hisar Evi, 22022014, 20.34)

Kepala Bang Toyib

Alkisah, Bang Toyib sedang resah. Ia bukan gelisah karena tak pulang-pulang ke rumah. Tetapi ia resah dan gelisah setelah melihat kepala kakeknya dipahat indah buat tanda pengingat di halaman sekolah-sekolah. Kepala kakeknya juga melekat erat di permukaan uang logam dan kertas yang bermacam ragam.

Ah, Bang Toyib resah. Seharusnya kepalanya-lah yang lebih terkenal. Sebab dari kepalanya-lah semua ideologi, demokrasi, inspirasi, dan prestasi bangsa besarnya berasal.

(STAR 846. Hisar Evi, 22022014, 17.08)

Ketika RTE Ingin Sarang Burung Biru Dibersihkan

mulai sekarang dilarang berkicau
sebab negara ini sedang kacau!

ah, lagi-lagi RTE galau!

(STAR 845. Hisar Evi, 22022014, 16.28)

R T E

dan lagu itu diputar lagi berulang kali
memuji namanya
yang terasa agung ketika bergaung
ke telinga para pendukungnya.

dia berteriak-teriak.
mereka bersorak-sorak.

begitu liar
kata-katanya membakar
dan menjilat rakyat yang sekarat
memilih masa depan yang sangat dekat.

(STAR 844. Hisar Evi, 22022014, 16.15)

Hari Pemilihan

”Inilah hidup. Dan hidup itu pilihan. Untuk hidup saja kita harus memilih; antara kehidupan dan kematian (lanjut hidup bersusah payah atau mati bunuh diri dengan mudah)”

Begitulah dia memulai ceramah singkat-memikat di hadapan jutaan kepala yang mengangguk-angguk (sebagai tanda pura-pura mengerti) dari tadi. Mungkin ia ingin dipilih lagi sebagai pemimpin yang memberi banyak pilihan untuk rakyat (termasuk pilihan untuk melarat).

Hanya aku sendiri yang menggeleng-gelengkan kepala. ”Kan ini juga pilihan; antara anggukan dan geleng-geleng kepala”, hatiku ikut memilih berbicara tanpa bersuara.

Alkisah, setelah pulang ke rumah penceramah itu mati gantung diri. Katanya ia lelah harus memilih terus untuk hidup.

Dan tak ada yang menyalahkannya. Toh, hidup itu sebuah pilihan!

(STAR 842. Hisar Evi, 16022014, 01.01)

Pencari Kata

Dia sedang mencari kata-kata. Katanya, dia ingin merangkainya jadi sebuah cerita. Cerita yang berbeda. Kisahnya harus beda, tak boleh sama dengan kisah dunia nyata.

Jangan kau tegur dia. Sebab jika kau berani menyapa, dia akan balik bertanya ”apakah kau punya sebuah kisah untuk kuubah menjadi kisah tak nyata?”

Bukan. Dia bukan benci pada kenyataan. Hanya saja kenyataan itu terlalu biasa untuk dituliskan. Sebab bukankah sudah kukatakan sebelumnya kalau dia mencintai sesuatu yang berbeda. Karena kisah yang jauh dari kenyataan mengajak kita berpetualang mencari kebebasan.

(SeuLanga 54. Hisar Evi, 15042014, 01.39)