Memetik Senyummu dalam Keheningan yang Dipudarkan Keramaian

:Nelly

senyummu itu
terlalu merekah di pucuk bibirmu,
biarkan aku memetiknya
dengan dua kelopak berlinang air mata
agar bisa kualiri ladang-ladang puisiku
untuk memekarkan bertangkai makna
yang berkata-kata rindu seperti ini….

(STAR 618, Perçin Evi, 28092012, 21.50)

Pisau Paduka

/1/
Paduka,
luka apa yang tertawa
menyayat jiwa
yang berduka?

/2/
seperti pisau yang matanya kesepian
kurang tajam memaknai kehidupan;
hanya sebatas tusuk-menusuk
demi mengakhiri penderitaan?

/3/
nampaknya pisau itu terluka.
pisau itu punya Paduka?

(STAR 617, Perçin Evi, 27092012, 22.00)

Menebas Kekalahan

tak semua harap
bisa menjadi dekap
yang kau rindukan, selalu
saja ada halang merintang tak menentu.

***

tak segala ucap
mampu tegak tertancap
menjadi pesan abadi pada hati
orang yang kau rindukan, pasti
ia memudar sebelum sempat terbaca.

***

rapuh tak selalu melemahkan,
ada kalanya ia disepuh
seperti besi pedang yang berubah tajam
dan bisa menebas kekalahan.

(STAR 616, Perçin Evi, 27092012, 19.42)

Sepucuk Surat Cinta (2)

biar matahari membaca terang-terangan
segala peristiwa di bumi.
tapi aku takkan membiarkan
ia melirik isi surat cinta ini.

ketika terbaca matamu surat ini
bagai di kamar pengantin,
segalanya penuh debar mesra
yang berdegup-degup sepanjang malam
dan menghalau gejolak rindu ke hulu pagi.

dan kau akan membalasnya dengan
senyuman paling rindu.

(STAR 614, Perçin Evi, 26092012, 21.16)

Sebuah Tatap yang Sengaja tak Mengerjap

tiba-tiba tatap matamu menjadi sesenyap malam musim dingin. tak ada kerjap-mengerjap. semua bayangan terpantul beku tanpa berucap.

kau memilih diam yang bukan sebuah pilihan. mengajak sepi bermalam di bibir tanpa ada sebuah pemberitahuan untukku.

tiba-tiba aku seperti kehilangan sesuatu.

(STAR 613, Perçin Evi, 26092012, 21.03)

Kepada yang Ter-rindu

:Ibu

malam bercahaya kehidupan di tiap pelukmu. rembulan tersipu malu menatap sinar kasihmu yang tak pernah pucat itu. selalu ragam warnanya seperti lengkung pelangi yang memeluk langit.

malam juga bercahaya di tiap tatapmu. telaga matamu selalu bening dalam memaknai segala tingkah gelapku. hanya pemahaman cinta sempurna yang selalu terpantul di sana.

di dekapmu, malam tetap bercahaya meskipun gemintang menggugurkan kerlipnya dan rembulan menyembunyikan wajah keperakannya.

(STAR 612, Perçin Evi, 22092012, 23.41)

Mata Rindu

Ran, rindu ini punya mata yang tak mengerjap, hanya menatap pada kesenyapan kata yang menguncupkan makna persahabatan kita. entah sajak seperti apa yang pantas menuntaskan keheningan seperti ini.

biarkan saja sepi hinggap di ranting-ranting waktu. asalkan tak merapuhkan kebersamaan kita.

Ran, di permukaan mata rindu itu aku menuliskan rasa kagum yang terbaca setia. senantiasa kuingat setiap gerak jejak-jejak yang melukiskan kisah pada tiap jarak. antara kita.

(STAR 611, Perçin Evi, 22092012, 16.21)

Sajak Sepagi Ini

ketika langit balas menatap
wajah-wajah kita yang terlalu cepat redup,
seperti kehilangan kerlip gemintangnya
yang barangkali kita sembunyikan
di balik wajah sepucat rembulan malam tadi

lalu kita menulis puisi
dari remah-remah kata sisa yang berserakan di halaman pagi
tanpa peduli
pada langit yang wajahnya berganti

(STAR 610, Perçin Evi, 17092012, 18.07)

Bayangan Pekat Yang Memucatkan

sebuah rupa terbayang tenang
seperti terapung di permukaan matamu
entah milik siapa

kamu memilih tak bercerita
meskipun tanpa kata-kata
aku bisa membacanya

tetapi kamu diam
barangkali menyembunyikan entah sesuatu
yang terang-terangan menyapaku
lewat tatapan pucatmu

kugenggam jemarimu
perlahan-lahan kueja bisikan
yang menenangkan riak di matamu

”aku ingin berlayar di matamu
demi menangkap bayangan pekat itu”

(STAR 608, Perçin Evi, 16092012, 12.24)

Antara Dua Suara

ini rembulan begitu purnama.
tetapi
aku seperti tertawan tawar matamu
yang temaram tak bercahaya.

barangkali kerlip gemintang itu telah berguguran. berjatuhan ke permukaan telaga matamu sebentar. ya, hanya terapung sebentar. sebelum tenggelam terlalu dalam hingga menumpahkan air mata yang telah penuh kau tampung sejak kedua mata indahmu kehilangan binarnya.

ahh,
ini malam begitu gigih
menahan kantukku.
mungkin ia telah bersepakat dengan para penjaga gerbang kota itu
yang tak membiarkan mimpiku masuk.

rasa lelah telah merapuhkan tembok penantian yang tegap kaku. sebab angin hanya meniupkan kerinduan saja. tak pernah berhembus untuk mempertemukan kita. meskipun lewat suara-suara yang ringkih terpisah jarak.

aku ingin pagi ini berkicau
dengan merdunya sendiri
tanpa melupakan malam yang tak bisa
memejamkan matanya
sebab merindukan suara kita…..

(STAR 603, Perçin Evi, 05092012, 00.19)

Iftar (1.)

asap dari dapur ibu
mengepulkan aroma kerinduanku.

***

sepiring nasi berlauk ikan goreng
menggugah rasa lapar dan
kriuk kerupuk mencampur adukkan
kelezatan ayam sambal
dengan rinduku
yang belum jua habis kusantap.

(STAR 568, Perçin Evi, 21072012, 02.26)

Sahur (1.)

entah hati siapa
yang disayat pisau dapur
sepagi ini.

potongan hati berkeringat panas
dan menghirup aroma pedas
dalam wajan itu.

mungkin ia iri
sebab tak seputih nasi.

barangkali ia juga kesal
sebab nasi tak dilukai pisau.

ah, bagaimanapun juga
mereka tetap bernasib sama
ketika saling bertemu di piringku.

(STAR 567, Perçin Evi, 20072012, 04.26)

Seribu Jendela

pagi ini
rumah itu berjendela seribu.

***

telah kubangun sebuah rumah sederhana
dengan berbongkah kata
yang menyusun makna berbatas cakrawala pena.

***

hanya ada satu pintu
yang selalu terbuka tanpa beda
dan ada ratusan jendela tak serupa;
merayu matamu masuk ke berbagai dunia.

(STAR 566, Perçin Evi, 20072012, 04.02)

Sajak Bermakna Cinta

mungkin kau mengeja kata-kata
di sajakku sebagai rayu,

ah kedua matamu masih saja terlalu buru;
tak sempat melirik sepotong makna
yang berlutut di hadapanmu
seraya berujar lirih:

“tak kan kubiarkan kau layu
sebab aku hanya cinta padamu.”

(STAR 565, Perçin Evi, 16072012, 15.56)

Nyala Kebersamaan

kita masih menyalakan kebersamaan

yang hangat

di pucuk perpisahan itu.

 

seketika tergenang waktu yang singkat

namun memikat separuh ingatanku

yang tumpah ruah di ujung jalan itu:

mengenang k i t a.

 

***

 

mungkin esok hari aku akan

berbisik ketika membuka jendela pagi:

“kalian lebih setia

dari si embun di ujung daun itu;

masih menyejukkan mata pagi

sekalipun di pucuk perpisahan”

 

***

 

kudekap nyala kebersamaan itu

tak kubiarkan ia padam

supaya mengunggun dalam ingatan.

 

“selamat jalan……….”

 

(STAR 559, Perçin Evi, 02072012, 23.35)

Mengenang Perjalanan Kita

sepotong dua potong
kenangan tercecer
di jalan setapak yang kau lalui
sebab telah bocor separuh ingatanku;
tentang kamu.

sore ini
setapak demi setapak
aku kembali menyusuri tepi jalan itu
yang telah berlumut dalam ingatanmu,
barangkali……

(STAR 553. Perçin Evi, 25062012, 18.25)

Titik (.)

sepertinya kita telah sepakat;
sebuah titik serupa mengakhiri berbagai kalimat
yang beda.

“kan kuakhiri percakapan kita dengan setitik rindu”

oh, bukankah titik itu jua
yang memaksa kalimat berikutnya ada
meskipun berbeda?

namun percakapan ini tak pernah usai
sebab kita telah sepakat;
rindu adalah titik titik…….

(STAR 552. Perçin Evi, 25062012, 18.20)

Oyasumi Nasai

: Ran Jr

malam mengerjap-ngerjapkan matanya;
kerlip gemintang
ahh begitu benderang
dari jendela rumah tanpa cahaya.

lihatlah
wajah malam masih serupa
di negeri ini dan di kotamu,
hanya saja sedikit berbeda
sebab rembulan kehilangan purnamanya;
cahayanya terpancar dari rona wajahmu
ketika membaca dua bait puisi ini.

*selamat malam, semoga senantiasa bercahaya kebahagian……….

(STAR 548. Perçin Evi, 12062012, 02.22)