Mata Pejuang

di kejauhan ini kami masih berlinang air mata kesedihan, meratap dalam senyap,
sementara mata kalian bergelimang cahaya perjuangan yang menghidupkan kematian-kematian kerabat dan kawan-kawan dekat sebagai semangat perlawanan sampai titik darah penghabisan

sungguh terpancar terang binar mata kalian
yang membunuh remang jalan keraguan

nyeri luka kalian telah berlabuh di tubuh kami meskipun baru separuhnya,
kami tak akan bisa merasakan seutuhnya luka dan duka kalian
sebab sebelumnya (di kejauhan ini) kami asyik memelihara kesedihan masing-masing
sehingga duka sehari-hari kalian menjadi begitu asing

kita terpisah banyak jarak memang
tapi sebenarnya kita sangat dekat
sebab kita saudara seiman
yang apabila anggota badan kalian disiksa
tubuh kami juga ikut merasakan nyeri luka

semoga saja kami bisa merasakan luka itu dengan nyata
tidak hanya pura-pura terluka dalam kata-kata

di kejauhan ini kami masih berlinang air mata kesedihan
semoga saja binar mata kalian akan membunuh remang jalan keraguan
yang menggelapkan mata kami dari perjuangan kalian.

(STAR 883. Erkam Evi, 13072014, 23.29)

Aside

Kita Setelah Menyaksikan Gaza pada Sebuah Layar yang Menyuguhkan Duka

apa kita harus bertepuk tangan
ketika tayangan duka berakhir di mata
tapi masih berlanjut dalam nyata?

apa kita harus memejamkan mata
ketika suara-suara duka tak henti-hentinya
berlayap-layapan mengetuk jendela hati kita?

apa kita harus terdiam dalam kemah keheningan
ketika erangan duka memekakkan kehilangan
yang tak berlalu begitu saja dalam ingatan?

apa kita harus apa? …..

(STAR 661. Sanatoryum, 25112012, 16.47)