Pertanda

Perempuan, aku baca diammu sebagai air tenang yang seperti berhenti mengalir di tengah samudra luas; menggoda kedua tangan dan kakiku untuk menyentuhnya lalu menyibakkan riak-riak kecil di permukaan birunya, tetapi kau tak akan pernah puas sebelum aku menyelam dalam kedalamannya meskipun kau tahu aku akan tenggelam.

Perempuan, kenapa kau terdiam? laut dan langit juga bersepakat membisu. menjaga rahasiamu. padahal aku sudah berteriak dan tenggelam berkali-kali.

(STAR 745 . Yasir Evi, 27052013 , 20.55)

Keramaian yang Menepi Bersama Kepergianmu

ada yang hilang
dalam suatu keremangan
yang entah tak jelas batas antara putih dan hitamnya.

adakah kau bersembunyi
sendiri
di sudut paling sunyi?

aku tak bisa menemukan bayangmu
di antara kata-kata yang berlalu lalang di jalan puisi.

(STAR 744 . Yasir Evi, 26052013 , 23.58)

Kematian yang Akrab

sebelum maut berpaut pada kemelut berkepanjangan
kita harus segera hidup sehidup-hidupnya dalam kehidupan
yang singkat memikat, jangan
sampai tertawan
pada usia yang menawan.

(STAR 743. Yasir Evi, 26052013, 23.58)

Gelisah yang Basah

aku pernah berkata:
”ketika kehilangan kata,
carilah jejak-jejak yang ditinggalkannya sepanjang jalan cerita kita.”

tapi hujan sore tadi telah menghapusnya!

sehingga aku tersesat dalam kerinduan yang sesaat, sia-sia!

(STAR 742. Yasir Evi, 25052013, 23.57)

Kepercayaan

kepada: kepastian yang berjuang
sendirian menghadang
kecemasan yang tak ragu menyerang
seperti regu pasukan perang.

”serang!
terjang!
aku akan sabar bertahan dan menunggu kabar kemenangan di garis belakang.”

(STAR 740. Yasir Evi, 24052013, 19.32)

Menjelang

”Winry, detik-detik menjelang keberangkatan menggelitik ingatan tentang perpisahan yang bergegas datang. di bibir kata-kata tertahan sendiri. sementara gemuruh suara kereta mendekat dalam laju waktu yang merambat.”

 

 

”Ed, tak ada yang bisa menahan keberangkatan, bukan? tidak juga sebuah pelukan. kita hanya saling melempar senyuman. telah kuriwayatkan segala kekhawatiranku padamu di bangku dingin stasiun ini sebelum besi tua rel itu bergetar sampai menggetarkan sesuatu di dalam dada.”

 

”Winry, kuayunkan langkah perlahan-lahan. sebab berbagai kecemasan menahan laju perjalanan. aku belum selesai merampungkan kalimat perpisahan. aku ingin…..”

 

(STAR 739. METU, 23052013, 18.50)

Surat untuk Sahabat (3)

fragmen ketiga!

 

dan aku pernah terdiam

bersungguh-sungguh bungkam

sebab kau membiarkanku tenggelam

sendirian dalam

laut kerinduan yang kelam.

 

kau hanya menjadi langit pada musim-musim tertentu

sehingga aku sering kehilangan sesuatu

seperti kalimat-kalimat bertanda tanya dalam surat lama yang tak tersentuh matamu.

 

(STAR 738. METU, 20052013, 20.42)

Surat untuk Sahabat (2)

fragmen kedua!

 

dalam keterasingan kita

aku menjadi kebisingan kata

yang bersuara jauh ke dasar samudra;

tempat sepasang kesepian yang mati sia-sia.

 

aku tak pernah melayat

kematian di ujung kalimat

yang terlanjur membujur kaku dalam sepucuk surat.

 

biarkan kematian itu hidup sekali lagi dalam kerinduanku.

 

(STAR 737. METU, 20052013, 19.52)

Surat untuk Sahabat

fragmen pertama!

 

 

adalah surat.

yang tak harus dimasukkan ke dalam amplop beralamat

yang tak mesti mempunyai tujuan

hanya perlu alasan

untuk apa ia dituliskan

kepada siapa ia harus dibacakan.

 

 

Sahabat,

kata-kata pernah menyamar menjadi kita yang samar-samar ingin menjelaskan satu maksud yang sama dengan berbagai perumpamaan yang berbeda

sehingga sebuah kesepakatan belum juga ditemukan setelah berbagai tanda titik pemberhentian.

 

 

detik-detik bertukar

kata-kata telah berakar di kedalaman surat

tetapi kita tak mau menunggu

barangkali kita tak ingin gelisah ini berbuah.

 

 

adalah surat.

selembar kertas yang awalnya adalah hamparan putih bergaris-garis rapi

sebelum kata-kata berdesak-desakan dalam berbaris-baris kalimat

yang entah menyampaikan pesan

sia-sia

berulang-kali.

 

(STAR 736. METU, 19052013, 14.33)

DaMar 20

/1/
ingatan kita dibasahi hujan masa kecil yang belum reda sebelum jeda antar kenangan ada.

/2/
kita dengar suara rintik-rintik hujan
berjatuhan seperti bersahutan
dalam suatu percakapan
yang mesti dirahasiakan.

/3/
di genggam tanganmu, perahu kertas
ingin segera dilepas
untuk menyibak riak-riak kecil
yang dipermainkan hujan masa kecil.

/4/
pabila rindu meluap
dan kita banjir
perahu kertas itu akan kembali
ke tepian kenangan.

(STAR 735. Yasir Evi, 07052013, 17.20)

DaMar 19

kemarin aku ingin bercerita:

/1/
lewat jendela senja
aku melihat cahaya gugur pada lain warna.

/2/
sinar jingga tak tersebar merata
hanya menepi di sudut langit kota.

/3/
tadi siang matahari cerah
menjelang sore cahayanya memerah.

/4/
ketika tenggelam cahaya matahari tak benar-benar jatuh
ia sedang menyentuh yang terjauh.

*

tetapi aku cemburu pada langit kotamu
yang belum senja itu;
yang tabah menurunkan kerinduanku.

*

/5/
kau segera mengirimkan hujan dari langit kata
setelah aku mengabarkan kerinduan pada rintik-rintiknya.

/6/
kuharap hujan itu lekas singgah di larik sajak ini
huruf-huruf sudah banyak yang cekung
bersedia menampung.

(STAR 734. METU, 02052013, 16.52)