Berkhianat?

“mana mungkin aku berani mengkhianatimu, menatap wajahmu saja aku belum berani”

Sejak dulu, aku masih belum berani menatap wajahmu. Aku hanya berani merindu. Bukan rindu pada parasmu, aku tak peduli. Aku hanya selalu merindu pada kata-katamu.

Anehnya rinduku tak bertepi. Rinduku mampu menyelami samudera waktu untuk mencari serpihan namamu. Rinduku juga mampu merangkai sajak demi sajak untukmu. Rinduku…

Tapi sayangnya, sekarang rinduku terbentur dengan Rasa Khianat yang kau tanamkan dariku…

(Seulanga 9. Yağmur Evi, 29072010, 01.36)

Sisa Rindu

Seulanga, nampaknya tak kan ada lagi rindu darimu. Rindumu telah lama habis kuteguk. Tak tersisa. Yang tersisa hanya rinduku padamu.

(Seulanga 8. Yağmur Evi, 26072010, 19.44)

Ran Jr

Di sudut kamar ibundaku, kau menggetarkan hatiku untuk yang sekian kalinya. Suaramu yang tak berrupa mengalir dari Dataran Tinggi dingin itu, meresap dalam bulir-bulir angin senja kampungku.

Tak kan terlupa. Suaramu itu menahan getaran pita suaraku. Kata-kataku ikut bergemetaran. Hanya keluar beberapa patah.

Kau mengingatkan aku untuk tidak melewatkan aksi Si Conan di layar kaca sore itu. Kita sama-sama menyukai kisah fiksi Sang Detektif Muda yang brilian itu.

Di senja itu, aku menyebutmu Ran. Ran si sahabat jauhku tapi terasa sangat dekat dalam hatiku. Bagiku, kesetiaan Ran tiada bandingnya. Entahlah, sepertinya aku menemukan itu dalam dirimu walaupun aku belum bisa menyentuhnya. Jarak tak pernah lelah dalam memisahkan kita. Tapi, aku tetap percaya kalau kau adalah Ran.

(Seulanga 7. Yağmur Evi, 26072010, 19.38)

Bayanganmu

Entahlah. Bayanganmu yang tak berrupa tersenyum dalam kelap-kelip gemintang malam ini. Bukan. Bukan hanya malam ini, tapi setiap kedua bola mata ini menjelajah langit malam. Selalu ada senyuman bayanganmu yang tak berrupa di antara gugusan bintang.

(Seulanga 6. Subayevleri, Ankara, 24072010, 22.04)

Dear Seulanga

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Dear Seulanga, kurangkai kata-kata ini dengan hati yang masih dipenuhi ribuan tanda tanya. Kuyakinkan penyesalan yang sedang bertahta untuk melirik kesalahanku padamu. Kuberanikan diri yang lemah ini untuk bertanya tentang kemarahanmu…

Dear Seulanga, aku tersenyum ketika kau menikamku dengan kata “JAHAT”. Aku masih tidak percaya dengan tikamanmu. Sungguh aku tidak tau, apakah aku telah berubah menjadi sebuah bintang jahat bagimu?

Dear Seulanga, aku telah mati sebelum aku mendengar kabar tentang niatmu untuk membunuhku. Tak perlu membunuhku lagi karena aku telah lama mati dalam kemarahanmu. Hanya pengertianmu yang bisa menghidupkan aku lagi.

Dear Seulanga, mungkin kamu belum dapat memahami makna sebenarnya dari kata-kata terakhirku di rumah kita dulu. Tentang Si Bintang dan Si Kumbang.

Dear Seulanga, aku tak mau berubah. Aku hanya ingin tetap menjadi Si Bintang bagimu. Bintang yang selalu memohonkan ampunan dan kemudahan bagimu dalam setiap munajatku padaNYA. Bintang yang selalu menyinarimu dari kejauhan dengan bait-bait sajak. Bintang yang selalu meneguk rindumu. Bintang yang selalu ada bagimu hingga aku kembali ke peraduanNYA. Ya, aku masih seperti dulu. Si Bintang yang belum berani menatap keelokan rupamu. Si Bintang yang takut berdekatan denganmu. Si Bintang yang juga takut kehilanganmu.

Dear Seulanga, aku takut jatuh dan berubah menjadi Si Kumbang bagimu. Kumbang yang mendekatimu karena terpikat oleh mahkota indahmu. Kumbang yang hanya menghisap madumu sebentar kemudian pergi. Kumbang yang berhenti menyapamu ketika malam menjelang. TIDAK, aku BUKAN dan tidak mau menjadi Si Kumbang.

Dear Seulanga, biarkan aku menjadi bintang yang menemani kesunyian malammu ketika kumbang pergi tanpa memperdulikan kesedihanmu.

Dear Seulanga, hingga detik ini, kamu masih si Cananga odorata bagiku. Walaupun kamu membenciku, memusuhiku, menikamku, membunuhku, mengabaikanku, meninggalkanku, tapi aku TIDAK akan pernah meninggalkanmu. Karena kamu adalah satu-satunya bunga yang selalu bersemi di taman hatiku.

Dear Seulanga, mungkin kamu menganggap kata-kata terakhirku di rumah kita dulu sebagai kata-kata perpisahan dariku. Kamu SALAH. Aku tidak pernah berniat meninggalkanmu. Aku hanya ingin menghadiahkan rumah itu untukmu supaya kamu bisa bebas mencurahkan isi hatimu disana. Karena aku sudah mempunyai rumah ini. Rumah tempat aku berbagi banyak kisah, bercerita tentang suka dan duka, merangkai kata-kata sebagai sebuah sajak. Rumah ini senantiasa menampung semua beban yang tak mungkin sanggup kupikul dalam pikiran. Rumah ini juga sebagai penyimpan lembaran-lembaran kenangan kefanaan hidupku.

Dear Seulanga, semuanya terserah sama kamu, mau menerima atau menolaknya. Aku hanya ingin kamu menjadikan rumah itu seperti rumah ini. Tempat kamu berdiam di dunia maya ini. Aku tidak memaksa. Mungkin juga kamu sudah memiliki rumah yang lain atau kamu tidak memerlukannya.

Dear Seulanga, aku sangat sedih ketika kamu juga ikut pergi dari rumah kita yang dulunya bermekaran kata-kata seindah taman Bungong Seulanga. Aku dapat memahaminya. Mungkin karena kamu belum mengerti, tapi aku yakin, suatu saat kamu akan mengerti makna kebersamaan kita.

Dear Seulanga, aku juga meninggalkan taman Facebook yang ramai. Selain karena benci dengan Si Pemiliknya, aku juga takut mataku terpikat oleh keelokan rupa bidadari-bidadari bumi yang memenuhi berandaku. Aku sangat takut jikalau mereka memudarkan cintaku kepadaNYA.

Dear Seulanga, “pacemaker_fbs@yahoo.com” dan “starlover90@gmail.com” menggantikan taman Facebook-ku sebagai tempat untuk bersilaturrahim dengan mereka-mereka yang aku sebut Seulanga, abang, adik, kakak, sahabat, guru….

Dear Seulanga, aku masih diliputi perasaan bersalah. Aku hanya mampu mengabadikan namamu dalam setiap munajatku supaya Allah meredakan amarahmu. Aku juga tetap mengabadikanmu dalam sajak-sajakku walaupun kamu mungkin telah mengubur namaku dalam bait-bait sajakmu.

Dear Seulanga, aku memohon ketulusan hatimu untuk memaafkanku. Sungguh aku tidak berniat untuk menyakitimu. Maafkan kata-kataku yang melukai perasaanmu. Maaf….

Allah Razi Olsun,
Wasallam

StarLover
(Ankara, 23072010, 23.37)

Jahat

Kau bilang aku jahat

Benarkah aku
mencabik hatimu
Sehingga kau membenciku.

Mungkinkah aku
menusuk sukmamu
Sehingga kau meninggalkanku.

Tidak benar
Ya, tidak mungkin benar
karena semuanya tiada akhir

(STAR 75. Yağmur Evi, 23072010, 20.49)

Pesta

Aku tak bisa pergi
ke pesta
Berpora-pora sebelum beliau pergi

Jangan tanyakan kenapa
aku masih disini
Karena aku juga bertanya kenapa

Hanya tercium bau pesta
dari bisik-bisikan
Mereka berkemeja rapi dan
meninggalkan sunyi
Yang mengisi perut ini kelaparan

(STAR 74. Yağmur Evi, 23072010, 20.39)

Sandiwara Cinta

Di suatu senja, aku tak mampu menangkap bayangan ceria. Walaupun kau hadirkan tawa yang melengking, sampai-sampai hatiku ikut pecah. Meluapkan genangan rindu yang sempat mengalir di lembah hatiku bertahun-tahun lamanya.

Sejak kau pergi dan kembali di hadapanku memamerkan jeritanmu yang semu, aku masih mengenalmu. Kau masih seperti yang dulu, seorang gadis rapuh berparas ayu. Tak seharusnya kau sembunyikan lukamu dalam balutan tawamu. Aku tau. Aku menatap sendu yang sedang menggelayut lesu di kedua kelopak matamu.

Gadisku, telaga bening di kedua matamu tak pernah membohongiku. Aku melihat pancaran kesedihanmu. Luka yang lama terapung karena kau tahan dengan tawamu. Sendu yang belum kau alirkan di permukaan pipi lembutmu.

Cukup. Aku tak tahan dengan sandiwara cintamu.

Aku menggenggam kedua tanganmu. Menatap dalam-dalam ke permukaan telaga matamu. Aku ingin menjamah seluruh lukamu. Dan Kau mulai berhenti memainkan lakon ceria dari rona mukamu. Perlahan-lahan, aku dapat menyentuh luka-lukamu. Kuseret mereka keluar. Semuanya hingga tak ada yang tersisa. Aku tak mau telagamu dicemari duka.

Seketika tawamu hilang dibawa angin senja. Digantikan butiran-butiran bening berisi luka yang terus mengalir dari kedua mata indahmu. Perlahan kusapu luka itu dengan kedua jemariku sambil pandanganku menyelami telaga beningmu. Akhirnya ia kembali jernih. Persis seperti lima tahun yang lalu. Kembali aku melihat pelangi warna-warni di matamu, tepat di atas telaga jernih yang sedang memantulkan kata cinta. Ya, kau masih mencintaiku. Begitu juga aku……….

(Seulanga 5. Yağmur Home, 06072010, 21.49)

Rintik-Rintik Gerimis

Akhirnya, kau datang juga. Seperti biasa, kau tak berani datang sendirian. Bergerombolan. Menghujam bumi bak jarum-jarum bening yang berjatuhan. Bergemerisik. Kemudian diam dalam genangan.

Bukan.
Kau bukan butiran airmata kesedihannya mega kelabu yang menumpahkan kepedihan.
Bukan.
Kau bukan derai-derai sepi yang melantunkan kepiluan.

Kau adalah rintik-rintik pembawa Rahmat dari Yang Maha Mengasihi.
Membelai raga.
Membasuh jiwa.
Menghadirkan cinta.
Meluapkan genangan rindu di lembah hati.

Kau masih menyentuhku. Aku pasrah. Kubiarkan kau mengalir sampai ke sukma. Dan kau membaca lembaran-lembaran kisah.
Tentang Seulanga.
Tentang dia.
Tentang cita.

(Seulanga 4. Yağmur Home, 04072010, 23.36)

Wanita Bumi

Ini Zamannya wanita-wanita bumi
yang enggan menjadi bidadari

Ingin dipuja puji oleh hati lelaki
“kamu kekasihku sehidup semati
Ingin dirayu oleh nafsu lelaki
“kamu cantik berbadan seksi

Ini Zamannya wanita-wanita bumi
yang enggan menjadi bidadari

karena mengobral harga diri
karena menjual janji-janji
karena memimpin suami
karena memakan daging saudara sendiri

Ini Zamannya wanita-wanita bumi
yang enggan menjadi bidadari
karena sudi menjadi kayu bakar neraka abadi

(STAR 72. Sencer Home, 01072010, 16.50)