Maaf (2)

:SeuLanga

apa yang bisa kukatakan melalui sajak ini
pabila suara-suara hilang dalam gema panjang
antara lain ruang
dan kata-kata hanyalah kerinduan yang tak patut diucapkan lagi.

*

dalam senyap
jemari halus angin menyulam perangkap
untuk menjerat kesepian yang hinggap
di ujung mata malam yang tak lagi mengerjap.

*

aku seperti menerka gelagat pagi
hanya sebagai gejolak matahari
yang meninggi
ke tangkup hari.

padahal malam di matamu selalu bercahaya
meskipun langit belum menerima cahaya
walaupun kerlip gemintang telah berguguran entah kemana……

*

yang senantiasa hijau di segala musim itu
adalah pucuk-pucuk persahabatan yang
tak ingin berguguran,
tak mendengar bujukan angin yang
ingin memetik gelisah tangkainya,
tak membiarkan raut wajahnya bertukar warna
meskipun yang lainnya berubah indah dalam kilau senja,

pucuk-pucuk persahabatan itu selalu menguncupkan kesetiaan
meskipun terabaikan
dalam deru badai kecemasan.

*

maafkan aku
yang menjadi suara hilang
dalam gema panjang itu.

maafkan aku
yang berjemari halus ketika menjerat kesepian itu.

maafkan aku
yang tiba-tiba berguguran dari langit matamu.

maafkan aku
yang ingin hijau senantiasa pada pucuk-pucuk persahabatan itu.

(STAR 683. Yasir Evi, 30012013, 15.12)

Hasrat Tanah

kelopak mawar yang bergetar itu
merah muda warnanya,
sedikit merunduk ketika terbujuk rayuan tanah merah
yang ingin memekarkan kembali kuncup tuanya;
”biar merekah sempurna gairah taman itu”, katanya.

(STAR 682. Izmir, 26012013, 14.08)

Cermin Berdebu

aku
hanyalah sebutir debu yang menempel di cermin waktu;
selalu
terpikat pada keluasan bidang semu,
yang tertipu pada bayangan masa lalu.

kamu
adalah bayangan jelita yang beku,
yang diam-diam menahan laju waktu……

(STAR 681. Izmir, 26012013, 11.51)

Aside

Mata Cinta

kukirim sebait sajak untuk dia;
kata-kata bermuatan duka,
yang berbongkah-bongkah maknanya
telah mengubur sebuah nama
di pemakaman senja.

nama miliknya?
atau sebuah nama yang kupertaruhkan atas nama cinta?

*

Kekasih, langit bisa meluapkan cahaya ke mataku
tetapi aku tak ingin mengalir keluar dari tepi matamu
yang menghalau segala gelisah itu.

biarkan aku setia
menjadi binar mata cinta
yang menerangi sebuah nama.

*

jangan pejamkan matamu
di pemakaman senja itu;

aku hanya ingin menerangi kehilangannya dengan binar mata cinta.

(STAR 680. Yasir Evi, 22012013, 21.14)

DaMar 13

ini rembulan telah pucat, purnamanya tersangkut
dalam jala sang pelaut
yang kedua matanya telah berkabut.

ujung jemarinya menahan getar kerinduan
yang bersiap-siap untuk dilepaskan
dalam setiap hentakan,

sebab kerinduan itu selalu bergerak
seperti pelarian riak dari kejaran ombak;
saling memikat dalam jarak.

*

perahu kertas itu masih melaju tenang;
mengarungi laut malammu
yang membiarkan kenangan terapung
sampai jauh
ke ujung shubuh.

*

matahari pagi menghalau kabut
dari mata sang pelaut.

kerinduan itu telah berlabuh di matamu.

(STAR 679. Yasir Evi, 18012013, 16.57)

Jika Aku dan Kamu menjadi Kita yang Satu

:my future princess

jika kamu bersama aku nanti
tak kan ada lagi raut kehilangan di wajah pagi;
tak perlu lagi aku menjadi matahari yang meninggi

sebab kau adalah cahaya yang tak pernah tenggelam di ujung hari.

(STAR 678. Yasir Evi, 17012013, 20.31)

Aku akan Setia Seperti Duka, Luka, dan Cinta

:my future princess

aku akan setia
seperti duka yang mengalir dari ujung mata;
tetes duka yang ingin aku seka
dengan sebaris puisi cinta.

aku akan setia
seperti luka yang menganga di dada;
terowongan luka yang ingin aku tutupi rata
dengan berbongkah-bongkah doa.

aku akan setia
seperti cinta yang entah batasnya;
debar cinta yang ingin aku rahasiakan maknanya
dengan kata-kata paling sederhana.

(STAR 677. Yasir Evi, 15012013, 00.19)

Merayakan Kehilangan

/1/
angin tak pernah menggugurkan takdir
yang melingkar tenang di jemari halusnya,
tetapi kau terlalu lekas melepas keyakinan
melalui ujung lidahmu.

/2/
sepertinya tak ada perayaan seusai kehilangan.
pesta seperti itu hanya untuk merayakan pertemuan dan perpisahan.

”tapi aku ingin merayakan kehilangan”,
katamu,
”meskipun hanya dengan luapan air matamu.”

/3/
aku terpaksa merayakan kehilanganmu.

(STAR 676. Yasir Evi, 14012013, 23.24)

Hikayat Sunyi yang Melekatkan Keheningan

bulan memuntahkan cahaya keperakan.
ada yang hilang, di kening malam
sunyi melekatkan keheningan.
kehilangan tak terucapkan.

*

bisikan angin membusuk.

*

sorot cahaya lampu telah renta di ujung jalan itu.
dalam keremangan, ada yang ingin tubuhnya retak.
hampir pecah sunyi yang menjerit ketakutan
mendengar sebuah penghabisan
di pucuk keheningan.

*

jemari halus angin bergetar ketika menerka suatu perhitungan.

*

oh. malam
bertambah pekat
tanpa memikat
cahaya binar mata yang hampir redup.

*

nafas angin berhembus sebagai desah yang terjarah dari ranjang pengantin tua.

tiba-tiba kening malam basah.
ada yang mengecup keheningan dengan bibir gelisah.

*

dingin menghujam di sela-sela percakapan kita
tentang mimpi
yang mati menggantungkan diri
di ujung pagi.

*

”oh. yang hilang itu……..”

tiba-tiba
sunyi melekatkan keheningan
di ujung bibir kita.

(STAR 675. Yasir Evi, 13012013, 19.08)

DaMar 12

malam semakin larut.
wajah angin telah keriput
ketika lumba-lumba itu menghalau riak di permukaan laut.

*

ini hanya gelagat angin yang kedinginan,
layar itu hanya menadah rindu dari tiap keinginan.

*

perahu itu melaju tenang
di bawah rembulan yang mengambang
di antara laut dan angin yang bergelombang.

*

lentera perahu bermuatan kenangan
adalah gemintang yang bercahaya keemasan
yang bergemerlapan
menerangi kerinduan.

(STAR 674. Yasir Evi, 10012013, 18.12)

Kata Hati

/1/
katanya,
angin lah yang memaksa salju untuk menempelkan tubuh rapuhnya pada kaca jendela itu.

sebenarnya ia tak ingin melebur bersama mata kaca yang tiba-tiba mengabur.

/2/
katanya,
yang bisa jatuh dan bersimpuh hanyalah dedaunan yang ingin meluruhkan layu pada tubuhnya.

tetapi jemari halus angin bisa saja memetik yang berwarna hijau dari reranting itu.

/3/
katanya,
angin yang menggigil kedinginan di ujung jalan itu telah tersesat karena hembusan nafasnya sendiri.

sebenarnya ia tak pernah diberitahukan tentang jalan pulang ke rongga lahirnya;
dimana ruhnya ditiupkan sebagai angin yang hanya patuh pada penciptanya,

bukan untuk menurut pada kekokohan batang-batang kayu yang merayu agar dedaunannya tak dipetik,

bukan juga untuk mengibakan kerapuhan tubuh salju yang baru saja menetas dari langit putih itu.

/4/
katanya,
sajak-sajakku hanya
terlahir sebagai angin yang berlalu
yang merayu.

tetapi kata hatiku,
sajak-sajak itu dilahirkan dari rahim cintanya
sebagai untaian kata yang hanya patuh pada tatap matamu.

(STAR 673. Yasir Evi, 08012013, 00.31)

DaMar 11

aku ingin menyulut kembang puisi
sebelum kata-kata hanya menjadi bagian dari
suatu
pergiliran dalam pementasan sunyi
dalam diri.

biar ragam maknanya bermekaran di langit hati.

*

adalah rindu yang bergemuruh hingga jauh
dan memaksaku berteduh
pada sebuah jeda; di sela-sela ingatan yang melukis senyummu secara utuh
sebagai matahari yang cahayanya tak pernah luruh
meskipun kehangatannya tercurah penuh.

*

aku ingin menulis puisi untukmu
seperti kelopak pagi yang menetaskan sunyi
tetes demi tetes di ujung daun itu
sebelum embun terjaga dan ingin
tubuh beningnya dijatuhkan perlahan-lahan
demi lahirnya sebuah kesejukan.

(STAR 672. Yasir Evi, 06012013, 21.52)

Perahu Kertas (2)

/1/
kau lah si terapung
yang mengapung di atas perahu kertas
yang melaju di genangan rindu,

sementara aku hanyalah si tenggelam
yang karam setelah perahu kertasmu
dihanyutkan riak-riak cemburu.

/2/
ada yang ingin kusampaikan
sebelum angin berjingkat menaiki tiang layar
yang akan melajukan tujuan
ke suatu arah yang menjauhkan.

”tempuhlah perjalanan dari mataku
yang setia menyiapkan segala keberangkatan
untukmu”

/3/
aku hanyalah si tenggelam
yang tak benar-benar karam
sebelum melepas kepergianmu dengan mata tak terpejam.

(STAR 671. Yasir Evi, 06012013, 00.15)

Aside

Malam Berpesta di Kota Ankara (2)

di sini malam kembali berpesta
dan bercahaya
dari mata yang kerinduannya menyala-nyala
pada setumpuk nasi putih yang mengepulkan asap kehangatan
yang nikmat.

lalu kita menyantap remah-remah rasa
yang dikecap tanpa keraguan
dengan selalu membedakan tiap-tiap kelezatan
untuk dikunyah serenyah mungkin.

*

ikan goreng telah merelakan kerenyahan tubuhnya
seutuhnya
pada mulut yang tak ragu mengunyah.

*

sambal cabe pedas membakar lidah
sebelum akhirnya pasrah
pada semburan air putih yang menghanyutkannya dari gua gairah.

*

dan kita tak berhenti bersiasat nikmat
sebelum lumat segala lezat…….

*

dan malam terus berpesta sampai kita benar-benar berkeringat
setelah rasa lapar bergeleparan tak berani menyengat……..

(STAR 670. Yasir Evi, 04012013, 23.00)