seperti yang pernah kukabarkan padamu;
aku rindu hujan yang berjatuhan dari langit kotamu.
di kota ini,
gerimis dan dingin turun beriringan sebelum berjatuhan ke tubuh jalan yang tak pernah menggigil kedinginan. jalan itu masih saja menghitam dalam kepekatan malam. Hanya garis-garis putih yang membelah ruas badannya membentangkan tujuan.
”jangan salahkan jalan itu jika kau tersesat dan kedinginan. memang ia kadang-kadang menyimpang dan menjadi titik perseteruan arah. ayunkan saja langkah kakimu. jangan ragu-ragu. biar terdengar bunyi tapak perjalanan yang berani menerjang keterjauhan.”
angin berseru dan menderu setelah berjingkat-jingkat di tepi jalan itu.
aku pura-pura tak mendengar.
aku kedinginan.
bibir mungil gerimis yang masih mengecup rata tubuh kaku jalan itu setengah membeku dan hanya berbisik kecil;
”tik…. tik…. tik….”
tetapi aku mendengar bisikan lain. seperti desis suara yang berkata kerinduan dalam kedinginan dan kerterjauhan perjalanan……
(STAR 704. Bus 132, 12032013, 22.04)