Jauh

rindu tersentuh
hingga satu persatu jatuh
sepanjang jarak yang kau tempuh
sebelum cintaku luruh
dalam gejolak tubuh

biar derap langkah jauh
tak terdengar ketika berlabuh

biar jauh
asal cinta setubuh.

(STAR 335. Aydınlıkevler, 25082011, 18.38)

Rinduku pada Desa adalah Rindu yang Bercahaya

aku merindukan desa
yang remang tapi bercahaya
menyala-nyala
dalam ramah tamah manusia.

sejauh ia dari mata
lebih dekat ia di jiwa
karena cahayanya
kubawa ikut serta.

(STAR 333. Pursaklar-Subayevleri, 21082011, 22.40)

21

Ya Rabb, hamba bersimpuh
dengan cinta seluruh
dari tubuh
hingga ruh
yang Kau genggam penuh.

Hanya pada-Mu dedaunan usia luruh
satu persatu jatuh
meninggalkan tubuh
setelah menempuh
dua puluh satu tahun perjalanan jauh.

(STAR 330. Eskişehir-Ankara, 20082011, 15.38)

Syukurku

/1/
Fajar meretaskan syukur
sepanjang alur
hidup. Dalam pelukan senyap yang membaur
setelah benih-benih sunyi ditabur.

/2/
oh, hamba merajut syukur
dengan benang-benang ikhlas
: menutupi segala keluh.

(STAR 328. Eskişehir, 20082011, 13.50)

Merdeka (I)

: 17 Agustus 1945 – 17 Agustus 2011

“merdeka tak perlu berkali-kali,
sekali merdeka tetap merdeka”
Tetapi kami
ingin merdeka lagi.

(STAR 325. Eskişehir, 16082011, 20.14)

Menangislah

/1/
Curahkan tangismu
di depanku
di bahuku
di mana saja padaku.

/2/
Jemariku tak kan membendung aliran sungai duka
di bawah telaga bening mata
ketika kau curahkan segala rasa
yang membanjiri relung jiwa.

/3/
Menangislah
tak perlu resah
biar segalanya basah
menghanyutkan seluruh gundah.

(STAR 323. Eskişehir, 16082011, 03.57)

Nyala Mata

Nyala mataku adalah binar
: suluh di tungku perapian yang berpendar,
Ia menggigilkan kesepian setelah sebuah makna terbaca
dari kata: cinta fana.

(STAR 322. Eskişehir, 15082011, 13.27)

Dear Dek Yi: Mengenang “Moly & Emi”

Di bawah sinar rembulan, seorang lelaki menggenggam sebuah pena. Ia sedang menulis di secarik kertas, sebuah surat.

Di paragraf pertama tertulis:

“Dear Dek Yi,
Meskipun jarak belum mampu menaklukkan kesabaran, ia dapat memekarkan kerinduan. Saban hari, aku mengenang kenakalan dalam kebersamaan kita yang singkat. Suatu masa yang indah untuk kurindukan, Dek Yi….”

Paragraf kedua diisi dengan:

“Pada masa yang indah itu, kita masih terlalu kecil untuk mendefinisikan “cinta” dan belum mampu menulis “i love you”, tetapi kita mengejanya “a-lopyu” tanpa peduli bagaimana bentuk nyatanya.

“Hahahahaha……..”, aku menertawakan perseteruan tentang cinta-cintaan. Kita berperang mulut demi sebuah kemenangan: ‘namamu dg Emi’ atau ‘namaku dg Moly’ yang gagal kita bantah.”

Lelaki itu tersenyum lepas, tubuhnya masih bermandikan cahaya rembulan. Dia belum menemukan kalimat penutup untuk mengakhiri surat yang belum rampung.

(CerMin 11. Eskişehir, 15082011, 13.14)

Purnama

pernahkah ia bercerita
saat rembulan berwajah bulat sempurna
bahwa ia menyebut namamu: Purnama?

dia hanya akan memberi cahaya
pada kolong langit tak berupa
saat kelam berani mencari mangsa.

(STAR 319. Eskişehir, 13082011, 22.26)