Putri, barangkali jarak terdekat kita
adalah antara dua kata asing
yang saling menyapa dengan heningnya masing-masing
yang sering dibaca mata secara bergantian demi menemukan makna terselubung
dalam sebaris judul puisi yang belum rampung
Di usiamu yang ke-duapuluh-satu
aku tak mampu mendekatkan dua kata itu
atau merekat huruf-hurufnya jadi satu,
ah, biar saja mereka dipisahkan sebuah spasi
agar ada tempat buat kata lain yang mungkin ingin diletakkan oleh Sang Penyair
sebagai terjemahan makna takdir
Di usia kesekian yang bertambah banyak
akankah kutemukan dirimu di dalam sajak yang bijak mengajak mata
untuk membacanya dengan perlahan-lahan;
tak perlu takut diburu waktu yang dulu membiakkan ragu di tubuhmu
Memang sengaja kutulis puisi ini di lini masamu
di detik-detik terakhir keberangkatan angka 21 dari kalender kotamu
meskipun kata-kata sudah berbaris sangat lama di kotaku
sejak kedatangan hari di tahun yang mengulang kelahiran dan memulangkan kenangan,
biar kata-kata mengantar kepergian yang sebentar dan juga menyampaikan kabar
bahwa perayaan hari ini belum juga selesai
sebab di kehidupan masih banyak peristiwa dan rahasia
yang perlu dirayakan dengan senyuman
sehingga tak sia-sia menjadi sisa kenangan
Demi tahun-tahun yang selamat mengulang kelahiran dan sempat memulangkan kenangan, kuucapkan
”Selamat ulang tahun” hanya untukmu.
(STAR 934. METU, 21042015, 19.30)