ada yang terluka,
katanya:
pisau kata terlalu tajam baginya
telah menyayat sepotong makna
yang ujarnya punya dia
yang rupanya disebut cinta
***
dia merintih sebab perih
dia meronta-ronta sebab duka,
padahal aku juga terluka:
tertusuk jarum waktu yang tak henti-hentinya
menggali terowongan luka di dada
yang kian menganga
***
ada yang terluka,
erangnya:
sajakmu terangkai dari berbilah parang
yang hunusnya adalah rayuan gombal
yang pasti mencabik-cabik hatinya si gadis
***
kalau begitu adanya
aku ingin terkapar saja
setelah tertikam sajak-sajak buatan sendiri
yang tak pernah bermata pisau
yang tak dilahirkan sebagai lelaki gombal
***
ada yang terluka,
lalu aku berbisik padanya:
“sajak-sajakku adalah puisi diri
yang mengandung kata dari hati
dan melahirkan maknanya sendiri”
(STAR 533. Perçin Evi, 29052012, 22.42)