Aside

Hujan di Bulan Agustus

kuterka hujan menyimpan perasaan bahagia
ketika lekas terlepas dari genggaman tangan awan
sehingga ia bebas terjatuh ke luasnya pelukan bumi
sehingga ia juga bebas membasmi sepi yang berkeliaran dalam hati

(STAR 947. Erkam Evi, 20082015, 07.00)

Aside

Memesan Kerinduan

/1/
Diam-diam jemari hujan menyulam kerinduan, dia tak akan terluka, bukan?

/2/
Malam memberi gelap dan terang sekaligus sehingga mata waktu bisa menangkap rahasia-rahasia alam
dan ia bisa dengan nyata
membeda-bedakan gejala perasaan manusia yang sering kali menyakiti cinta.

/3/
Tak perlu menunggu ucapan selamat
aku telah memesan sebuah kerinduan lewat pesan singkat!

(STAR 946. Erkam Evi, 20082015, 06.00)

Aside

Satu Matahari

Ibu, matahari hanya satu tapi melahirkan bayangan tak terhingga,
seperti kasihmu yang menyinari hari-hari
dan menciptakan bayangan rindu buatku berteduh di kejauhan rumah.

Matahari yang satu, tunggal dalam kekekalan sebentar.
Seperti sepenggal kalimat yang kurapal menjadi doa abadi; semoga cinta kita kekal selama-lamanya, semoga waktu-Nya sempat merawat masa tuamu dengan tanganku.

Ibu, kau adalah matahari yang satu,
selalu ada tempat buatmu di langit hatiku yang kadang-kadang sempit; dihimpit waktu.

(STAR 945. Erkam Evi, 20082015, 05.00)

Aside

Ada Hujan di Mata Anakmu

Ibu,
jangan bertanya kenapa ada hujan di mataku.

hujan yang tak bisa diramal kejatuhannya itu
mampu menciptakan sungai di pipiku.

sungai mencari-cari muara, mengaliri patahan kata,
dan menghanyutkan kenangan lama agar ada tempat bagi yang baru.

tapi katanya; kesedihan tak bermuara, tak ada yang sanggup menampung duka dan mengapungkan luka,

tapi nyatanya; ada muara cinta di mata ibu
yang bisa menjernihkan kesedihan, memulihkan kerinduan.

(STAR 944. Erkam Evi, 20082015, 04.00)

Aside

Perhitungan Dimulai Sebelum Selesai

usia boleh bertambah
tapi jangan kurangi jatah hidup kami yang cukup.

aku hidup bersama kata-kata yang susah diatur tapi mudah akur dengan kehidupan,

bersama kata-kata aku hidup berkecukupan dan tak saling menyalahkan ketika kehidupan menyuguhkan cerita-cerita murahan
dan kami terpaksa merekam jejak-jejak peristiwanya.

bersama waktu aku menghitung jumlah kata-kata yang singgah di langit puisiku
yang betah berjaga merawat mimpi-mipiku
yang akan mewariskan kehidupan baru untuk pikiran anak-cucu.

(STAR 943. Erkam Evi, 20082015, 03.00)

Aside

Jangan Tiup Lilinnya

seberkas sinar lekas sirna;
ditelan kegelapan di kejauhan sana.

*

aku pulang ke sebuah rumah
yang dingin menggigilkan tubuh
sebab jauh dari hangat api tungku dapur ibu

*

usiaku belum lah genap,
angka-angka hanya bertambah jumlah ganjilnya; muskil dikurangi, dan
hanya bisa digenapkan dengan kematian.

*

jangan nyalakan lilin di kue tart ulang tahunku,
aku tak ingin memadamkan cahaya yang sering menerangi malam-malamku ketika listrik kota kami sengaja dimati-suri-kan tiba-tiba,

ketika lilin menyala
aku bisa melihat cahaya di mata ibu
yang sedang memeluk rasa takut kami
dan mengusir kegelapan di hati kami.

(STAR 942. Erkam Evi, 20082015, 02.00)

Kado Ulang Tahun

aku harap akan datang seorang perempuan
yang mau membungkus hujan masa kecil dalam kado ulang tahun
untukku
sehingga ketika aku membukanya
aku akan diguyur kenangan, akan disambar petir kecil-kecilan,
lalu terharu dan memanggil-manggil nama ibuku; ibu yang berani melahirkanku ke dunia yang penuh kejutan

(STAR 941. Erkam Evi, 20082015, 01.00)

Aside

Selamat Ulang Tahun, Senja di Tahun Sembilan Puluh!

Senja mengajakku jalan-jalan mengelilingi kota Ankara
setelah dipergokinya aku sendiri
lagi grogi bercakap-cakap dengan lanskap kota tua.

Kami menyebrangi jalan dengan menaiki jembatan penyebrangan
karena kendaraan di bawahnya sangat deras lajunya, bisa menghanyutkan nyawa siapa saja.

Kami melewati bapak tua yang tampak bahagia menyambut sepasang kekasih
yang ingin membeli simit; roti-cincin dagangannya,
rupanya si pacar ingin memasang simit di jemari manis gadisnya!

si bapak tua menangis bahagia
ini lamaran tak terduga!
puluhan tahun lamanya ia hanya menyaksikan orang-orang asing
yang hanya berani melamar rasa lapar
di perut masing-masing.

Aku dan senja ikut bahagia
ternyata kota ini romantis juga!

Kami jalan-jalan lagi, lagi-lagi kami jalan
berdua saja.
Kami berhenti di depan toko bunga.
Bunga tersenyum dengan harum wanginya, dengan ranum warnanya.

Kami terpesona sehingga mata tak bisa mengeluarkan kata-kata.

Senja membeli setangkai bunga yang paling cerah warnanya, paling rekah wajahnya.
”Ini untukmu, Penyair muda.
Selamat mengulang hari dan bulan kelahiran di tahun yang biasa-biasa saja.
Semoga semakin banyak anak-anak kata yang lahir dari rahim sepimu.”

Wah, rupanya senja yang pelupa itu
bisa mengingat hari ulang tahunku!

Ah, mataku berkaca-kaca memantulkan senja yang buru-buru pamit dari langit biru.

Sampai jumpa di usia senjaku nanti!
Semoga kita bisa jalan-jalan lagi
menyebrangi jembatan kenangan,
melewati ingatan-ingatan romantis,
dan berdiri lagi di depan toko bunga yang laris-manis.

(STAR 940. Erkam Evi, 20082015, 00.01)