KELAM – TERANG

Kelam selalu datang
Menjelma dalam hembusan sayang
Bersinar bersama cahaya bintang
Memeluk rasa yang belum terbuang

Terang senantiasa hilang
Memudar dalam belaian sayang
Redup bersama gelapnya bayang
Melepas asmara yang telah lekang

Kelam terang dalam hiasan kehidupan
Ceritakan arti cinta dan persahabatan
Ukirkan rindu bersama harapan
Wariskan impian untuk masa depan

( STAR 56. Ankara, 17092009, 14.11 )

PENANTIAN

Berjalan dalam keindahan penantian
Engkau melihat kelam menyambar
Menyapa lingkaran asa yang pudar
Seakan lenyap bisikan-bisikan harapan

Berjalan dalam keindahan penantian
Engkau meratapi kedatangan malam
Meronta-ronta menepuk bayangan
Seakan musnah tiap lembaran hitam

Berjalan dalam keindahan penantian
Engkau melirik tajam saat turunnya beban
Menyesakkan sesuatu yang kau tahan
Seakan ini suatu akhir tanpa jawaban

(STAR 58. Ankara, 22092009, 23.44 )

LEBARAN

Bayram itu lebaran,
Tak ada sahutan takbiran
Hening menguasai pikiran
Tak ada teriakan kemenangan
Senyap merasuki badan

Bayram itu lebaran,
Tak ada bunyi petasan
Hampa mengekang perasaan
Tak ada canda tawa kawan
Sepi menemani kerinduan

Bayram itu hari raya,
Berpijak jauh dari ayah bunda
Tak ada kehangatan keluarga
Bernafas di seberang samudra
Tak ada aroma masakan bunda

Bayram itu hari raya,
Membendung hujan air mata
Tak ada suguhan ceria
Meneteskan sabar dalam doa
Tak ada senyuman dia

( STAR 57. Ankara, 21092009, 22.14 )

Talking Mind’s August

Awal Agustus. Kau menghabiskan 3 hari terakhirmu di Istanbul. Tepatnya di lembaran keempat, jam 9 pagi, kau berangkat ke ibukota negara, Ankara. Bus EFE tour mengantarkanmu beserta teman-teman seperjuanganmu kesana. Hanya ada satu tujuan : untuk merajut cita-cita di jembatan masa depanmu !!!

Mereka menyambutmu di terminal bus ibukota (ASTÎ). Mereka adalah abi-abi yang akan membina kalian. Kau ditempatkan di sebuah rumah dengan beberapa temanmu. Dua orang kakak kelasmu mendampingi kalian. Kau banyak belajar dari keteguhan mereka. Disanalah kau mulai belajar arti ”melayani” yang sesungguhnya dalam Islam.

Ankara gersang. Pepohonan sangat sedikit bila dibandingkan dengan gedung-gedung yang menjulang. Itulah kesan pertamamu. Kau mulai menghirup aroma ibukota yang tak terlalu ramai ini.
Kau akan menghabisakn akhir musim panas disini.

Hari itu, di lembaran kesembilan, kau ikut memeriahkan acara perlombaan Futsal dalam rangka memperingati HUT RI, pihak KEDUBES RI yang menyelenggarakannya. Di luar dugaan, timmu berhasil menjadi juara dengan mudah. Kemudian, kau beserta mahasiswa-mahasiswi lainnya diajak ke Wisma KBRI, rumah mewah berhalaman luas, tempat kediaman Pak Dubes. Disana kau makan siang dengan menu makanan asli negerimu yang lezat-lezat, makanan Indo perdana yang kau santap di negeri ini. Akhirnya, kau mampu memulihkan homesick-mu.

Di lembaran bersejarah negerimu, 17 Agustus, sekitar jam 9 pagi, kau kembali hadir di sana dengan mengenakan kemeja putih dan celana kain hitam. Ya, kau mengikuti upacara bendera memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang pertama di luar negeri. Gelora semangat 45 membuncah dalam dadamu, tak pernah kau rasakan sebelumnya. Lagu kebangsaan menggetarkan relung asamu, meneguhkan impianmu.

Esok harinya, kau mulai membiasakan dirimu dengan ”nomaden”, berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain. Lebih dari 5x kau melakukannya. Saat itu, dua koper berukuran besar dan sedang itu sangat membebanimu. Tapi, kau menganggapnya sebagai bumbu-bumbu penyedap perjuanganmu. Kau semakin ingin lebih tegar lagi.

Dan Agustus pun berlalu…