“Langit kelam dan suara kami bungkam.” Hanya satu kalimat ini yang bisa kutulis ketika mengisahkan cerita tentang aku dan dia. Kamu pasti tidak akan percaya kalau aku mencoret-coret langit dengan namanya sehingga tinta penaku habis. Aku memilih melakukan itu daripada menyambung kalimat pertama di atas.
Percayalah, aku adalah jagoan dalam urusan menulis. Tetapi aku rela menjadi pengecut gara-gara kalimat itu tidak pernah rampung kutulis menjadi sebuah cerita tentang aku dan dia.
Oh iya, kamu pasti penasaran kenapa kalimat yang tertata dengan kata-kata biasa itu dapat menggigilkan jemariku? Kenapa tidak pernah aku rampungkan? Ahh, jawabannya sangat sederhana, Kawan. “Aku dan dia belum memulai sebuah kisah karena malam itu suara kami bungkam.”
(CerMin 9. Eskişehir, 29072011, 19.45)