Mari Mengenang yang Hilang Tanpa Berlinang Air Mata, Kita Tidak Mau Kenangan Itu Basah Atau Dihanyutkan Jauh Ke Dalam Hulu Perasaan

🙂

Hei, apa kabar? Ini malam yang menyenangkan, bukan? Wajah langit dicerahkan rembulan. Seperti wajahmu yang tersenyum; menyabit rinduku.

Sudah lama aku tidak membiarkan kata-kata menuliskan kerinduanmu padaku. Kau tahu, aku pemalu. Tidak berani berkata-kata pada kerling matamu. Tidak berani bersuara pada heningmu. Tapi aku juga rindu.

Apa kabarmu? Lagi-lagi aku bertanya pada semesta. Yang menyimpan rahasia perasaanmu. Semoga kamu baik-baik saja. Di mana saja. Bersama dia. Dan aku akan menjaga kebaikan hatimu. Oh iya, jangan terluka karena cinta, ya!

Cinta? Hahaha. Lagi-lagi aku menuliskan kata yang serupa. Tidak sengaja. Seperti hari itu; ketika kata-kata keluar dan berlarian ke depanmu. Ingin memeluk kesendirianmu. Ingin berbisik sesuatu yang sudah kau tahu. Seseorang mencintaimu sejak dulu.

Ah. Lupakan saja itu. Kita masih kekanak-kanakan waktu itu. Sekarang cintamu sudah berbeda, telah dewasa bersamanya.

Lihatlah! Bintang-bintang yang bersinar terang. Binar kedua matamu. Dari kejauhan menerangi malamku………..

🙂

Audio

Hanya Dengan Sajak Aku Bisa Kelihatan Bijak Menuliskan Kerinduan

Pagi tak sering berkata apa-apa pada kita yang tak saling menyapa
tak ingin bertanya kenapa matahari pergi meninggi
seperti kita yang berada pada ketinggian hati

Sekali-kali kita berbicara dalam kerinduan masing-masing, berbahasa rapi dengan basa-basi kehidupan yang semakin terasing dari percakapan dan perasaan

Terkadang kita mengenang; ada yang hilang dari kata yang pernah menuliskan kisah persahabatan,

ada yang hilang dari kenangan; k-i-t-a?

(STAR 981. Banda Aceh, 25112016, 21.47)

Selamat Hari Guru

Pak Guru dan aku sudah tiba di sebuah sekolah
Setelah lelah mencari-cari jalan, mencuri-curi pengalaman sepanjang jalan yang entah batasnya.

Pak guru berjalan bersamaku, menyapa kelas yang kosong, eh ternyata kami salah masuk pintu, ini ruang pikiranku!

Pak guru berjalan lagi dengan santai menyapa pepohonan yang berlarian; yang nampaknya takut pada mata kapak di kepala pak guru,
Padahal pak guru menyapa dengan senyuman dengan beberapa kata yang tidak pernah tajam, malah sangat ramah; kata-kata hangat dan sangat indah

Pak guru melangkah ringan, tidak tumpah beban dari pundaknya, pak guru tidak menekan tanah sekuat-kuatnya, pak guru tahu beratnya perjalanan.

Pak guru dan aku masuk ke dalam ruangan yang jelas namanya; k-e-l-a-s nomor sekian yang dipenuhi muka-muka memelas yang memandang wajah ikhlas pak guru yang tahu makna tatapan itu dan membalas dengan kabar menyenangkan; “hari ini tidak ada ulangan harian, tapi mari mengulang pelajaran yang lalu agar kalian tahu; guru selalu berjalan bersama kalian di jalan kehidupan”

(STAR 980. Banda Aceh, 25112016, 21.23)

Rembulan Tenggelam di Wajahmu

Fitri,
Seperti langit biru dan wajahmu
Meneduhkan hari-hari, menyentuh hati yang terkadang rumit aku
pahami, yang sulit aku selami
sendiri.

Ray,
Seperti sinar matahari dan binar matamu
Menerangi penglihatan pagi, menghalangi kebutaan hati
selama ini.

Dan rembulan tenggelam di wajahmu
Menyisakan keremangan cerita di luar kamarku,
Mata ingin terpejam tetapi tatapannya berhenti pada halaman dua ratus enam puluh delapan, pada lelaki setengah baya yang sedang tertawa…….

Aaaaaaarggggghhhhhhh @%&#*^%$#!@^#&%$#@

(STAR 979. Banda Aceh, 25112016, 00.22)

Bunga Cinta yang Merekah Indah dari Sekolah Rendah

:Taufan & Fara

Dan telah merekah indah bunga-bunga kata
Dari taman sekolah rendah yang mengajarkan ketulusan dan kesabaran pada cinta yang dulu kekanak-kanakan;
cinta yang sekarang matang dalam pikiran dan perasaan.

Kita terpikat melihat merahnya bunga
Yang bermekaran di wajah kalian; cerahnya warna kebahagiaan.

Kita melihat cinta yang merekat erat pada tangan kalian
Mengikat kuat takdir yang hadir sejak dulu
sejak terikat rahasia pertemuan yang memikat,

Semoga bunga-bunga cinta bersemi abadi dalam kenangan dan kehidupan kalian………

(STAR 978. Banda Aceh, 06112016, 22.00)