Puisi Semi

Inginku mempuisikan musim semi
Di dalam bait-bait makna
Berbaris rapi
Merekahkan kemahakuasaan-Nya

Kun fayakun
Gugur bersemi kembali
Bangkit dari kematian
Benih-benih hidup bersemai

Inginku mempuisikan musim semi
Di dalam bait-bait makna
Berbaris rapi
Merekahkan kemahakuasaan-Nya

Maukah kau membaca?

(STAR 158. U-1 Auditorium METU, 04042011, 14.35)

Gadis Penyala Rindu

Kubuka almari sajakmu perlahan-lahan. Aku tak mau derit pintunya membangunkanmu. Ada beberapa helai sajak yang kau simpan di dalamnya. Mereka mulai bersuara ketika tatapanku menyentuh baris-baris katanya. Mereka bercerita tentangmu, si gadis penyala rindu.

Ssstt,, aku berbisik terhadap kegaduhan mereka. Terlalu banyak bait-bait berkisah tentangnya. Ada rahasia dibalik keindahan makna. Aku hanya bisa meraba-raba isi sajak-sajaknya.

Ada juga yang bungkam. Maknanya tersumbat setelah tersentuh tanya. Hanya menambah kelam dalam pencarian makna sesungguhnya. Gelap. Akhirnya aku berhenti meraba-raba setelah berbisik kepada mereka “sampaikan salamku kepada si gadis penyala rindu”. Aku tersenyum dan berlalu…..

(SeuLanga 25. Yağmur Evi, 03042011, 16.58)

Khanduri Maulod

Iringan shalawat Nabi bergema sudah
Lewat mulut tua Toa meunasah
Menambah keramaian khanduri
Tua muda sedang memuliakan Nabi

Meunasah kami banjir
Digenangi syukur
Berlimpah ruah bu bungkoh
Menjamu tua muda di atas lantai meunasah

Anak yatim piatu adalah raja
Tamu undangan Meunasah yang utama
Tua muda memuliakan mereka
Karena Nabi sungguh mencintai mereka

(STAR 157. Yağmur Evi, 03042011, 10.03)

***Selamat berkhanduri Maulod di Gampong tercinta. Ketiga kali sudah tanpa kehadiran ananda di tengah-tengah keluarga yang sedang memuliakan Baginda Nabi. Aroma Maulod tercium sampai ke negeri ini…….***

Bintang-Bintang Kertas

Bagaimana kabarnya bintang-bintang kertas, Ran? Masihkah mereka merayumu untuk tersenyum dalam duka? Apakah ada nyanyian dilantunkan untuk mengusir sepimu? Masihkah mereka setia membendung sungai-sungai di bawah kelopak matamu?

Ran, aku menyuara lewat bintang-bintang kertas. Terdengarkah di kedalaman hatimu? Biarkan mereka menjaga harapan-harapan. Mungkin suatu saat harapan akan menguncup bersama takdirNYA. Akankah ia bertunas dan bersemi di sana?

Kau pernah membenci ibu kota karena melenyapkan benderang bintang-bintangmu. Tiada lelah mata beningmu menerawang menembus larut malam. Kemudian katamu “cukup, kututup mata dan kurasa di hati ini ada bintangku, yang abadi di dalam hati”.

Ran, syukurku tidak akan pudar. Terima kasih untuk persahabatan yang kita tanam di ladang jiwa. Terima kasih untuk segala-galanya. Aku akan abadi di dalam munajatmu. Aku akan abadi di dalam sajakmu. Aku akan abadi di dalam asamu. Begitu juga denganmu.

Ran, suaraku tak akan padam tertelan angin. Ia akan hidup bersama suka dukamu. Biarkan ia menyuara bersama bintang-bintang kertas….

(SeuLanga 24. Yağmur Evi, 02042011, 21.34)

Suara

Hanya syukur yang terucap kala aku meneguk rindu tadi pagi. Kau tahu, tetes-tetes rinduku memenuhi cawan rindumu. Atau cawan rinduku selalu kau isi dengan rindumu. Entahlah, cawan itu selalu penuh. Tak pernah habis kuteguk.

Ada tanya dari kata-katamu. Masihkah ada sisa rindu yang tersisa dari tadi pagi? Entahlah. Aku telah meneguk habis. Tapi aku yakin kalau ia akan segera terisi lagi. Karena rinduku selalu mengalir di lembah hati.

Mungkin kau akan bertanya. Bagaimana kuteguk rindumu tadi pagi? Entahlah. Aku meneguknya lewat suara lembutmu. Ya, suaramu mengalir tenang ke dalam hati. Membawa banyak pesan dan harapan setelah restu dan munajat abadimu.

Ibu, suaramu meneguk rinduku…….

(SeuLanga 23. Yağmur Evi, 02042011, 20.55)

Sungai Marah

Sungai memerah
Memendam amarah
Kejernihannya hilang sudah
Dijamahi sampah

Amarahnya meluap-luap
Membanjiri kampung hingga kota
Mengutuk bersama kutukan manusia
Merahnya belum jua reda

Sungai masih memerah
Menginginkan darah
Sebagai tumbal pengganti jernih
Yang telah lama hilang terjamah

(STAR 156. Yağmur Evi, 02042011, 08.11)

Seperti Mereka

Mereka seperti aliran air
Dalam dan tenang mengalir
Sederhana

Mereka seperti air terjun
Tiada lelah memuji Tuhan
Terus-menerus

Mereka seperti tanah
Diinjak-injak langkah
Tiada peduli

Mereka seperti awan
Mengirim air harapan
Teduh

Mereka seperti angin
Menyentuh perasaan
Lembut

(STAR 155. Yağmur Evi, 01042011, 22.32)

Taman Racun

Pasti ada tanya
Terujar lewat kata-kata
Akan kepulanganku tiba-tiba
Kembali bernafas di beranda

Telah lama lelah
Lelap bersama gelap
Menyuara setitik cahaya
Menembus kepekatan hati diri

Maka aku kembali
Di tengah-tengah keramaian
Menyuara kata-kata hati
Mengajak ke jalan keabadian

Teguh berpegang yakin
Menyusuri keramaian taman racun
Ada penawar dalam hati
Semoga kata-kataku bersemi abadi

(STAR 153. Yağmur Evi, 01042011, 21.13)

Itmi’nan

Tanyaku padanya
Kenapa “tiada ketakutan menimpa mereka dan mereka tak merasa susah (QS. 2:62)” ?

Jawabnya:
Dunia seperti Padang Arafat
Bukit singgahan orang berhaji
Tinggal sementara bersiap menuju pengampunan

Kehidupan dunia adalah malam perayaan
Kehidupan lainnya adalah hari perayaan
“Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai! Masuklah di antara hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS. 89-30)”

(STAR 152. Yağmur Evi, 01042011, 20.46)

Negeri Seribu Menara

Di negeri ini
Seribu menara menancap tinggi
Berdiri tegak
Runcing laksana tombak

Saban hari lima waktu
Tiada lelah menyeru
Lantang menyuarakan panggilan
Mari menuju kemenangan

Allahu Akbar Allahu Akbar
Langit bumi gemetar
Menyahut “Engkau Maha Besar”

Kami bersaki
Semua makhluk menyaksi
Tiada tuhan selain Allah
Dan Muhammad utusan Allah

Di negeri ini
Seribu menara menancap tinggi
Berdiri tegak
Runcing laksana tombak

Tiada lelah mengajak
Mari berdiri tegak
Kemudian sujud dalam lafadzh cinta
Mengokohkan tiang agama

(STAR 151. Bus 132, 31032011, 07.11)